Tampilkan postingan dengan label islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label islam. Tampilkan semua postingan

Kamis, 28 Februari 2013

Hanya Nyanyian di Tengah Hujan

Diposting oleh Anonim di 17.02 0 komentar

Saat ini adalah tahun ketigaku di masa perkuliahan ini. Tahun pertama aku lewati dengan mudah. Aku bilang mudah karena perjuangan di tahun ini tidaklah sesulit perjuangan di tahun berikutnya. Tahun pertama pun aku belum disibukkan dengan berbagai aktivitas selain kuliah. Di semester pertama memang masih ada rangkaian ospek, di jurusan kami biasa menyebutnya prosesi. Sedikit disibukkan dengan tugas-tigas dari senior, atau banyaknya kumpul di akhir pekan, masih memakai atribut yang menandakan bahwa kami anak baru. Semester kedua, prosesi sudah berakhir, kini aku telah memasuki dunia selain perkuliahan, organisasi. Dulu aku semangat sekali berorganisasi. Itu berkat para orang-orang yang bilang bahwa softskill sangat penting, dan softskill tidak bisa didapatkan di bangku kuliah, namun di organisasi. Dulu aku memilih 4 organisasi yang aku tekuni periode 1 tahun itu. Awalnya aku merasa agak kewalahan, tapi akhirnya bisa berjalan dengan baik. karena saat tahun pertama di organisasi pun aku hany asebagai staf sehingga amanah pun blm begitu berat. Sehingga tahun pertama, semester 1 dan semester 2 ku sangat lah mudah aku lewati dengan mulus. Ini dapat dilihat dari nilai-nilaiku yang bersinar, IP ku yang cumlaude yang membuat aku boleh sedikit bangga dengan diriku sendiri.

Tahun kedua adalah tahun yang berat, mungkin 2 kali lebih berat dari tahun pertama. Organisasi memang sudah aku kurangi. Aku hanya memegang 2 posisi dalam 2 organisasi, namun masing-masing memiliki amanah dan tanggung jawab yang lebih besar. Apalagi semester 3 dan 4 memiliki mata kuliah yang berat. Dalam satu semester ada beberapa mata kuliah yang berbobot 4 sks. Tahun kedua ini bisa kubilang walaupun berat, tapi mengesan. Dimana kita sudah mulai jarang tidur, hobi (mungkin bukan hobi, tapi paksaan ya..) kita lembur, tidak pulang ke kosan beberapa hari untuk menyelesaikan tugas, banyak survey sampai ke luar kota. Bisa dibilang tahun kedua tahun yang amat sangat melelahkan. Tapi karena banyaknya tuntutan tugas perkuliahan, organisasiku pun sedikit goyah. Jujur, saat itu aku lebih nyaman hidup bersama teman-teman kuliah, ya walaupun susah mengerjakan tugas, tapi aku sangat menikmati, daripada di organisasi. Aku sangat paham bahwa amanah itu sangat penting, sangat berat, karena ini bukan hanya dipertanggungjawabkan oleh senat, bukan hanya tanggung jawab di dunia, tapi di akhirat, tanggung jawab di hadapan Allah. Namun entah kenapa, hasrat dan semangatku di organisasi sangat memudar. Banyak orang, yang aku tahu, sangat kecewa terhadapku. Jadlah saya yang mungkin bsia dibilang berkepribadian ganda. Aku yang rame, antusias dalam hal akademis, prestasi, nilai, kuliah, namun kurang antusias dalam organisasi. Saat itu seringkali aku hanya menampakkan diri secara fisik saat rapat-rapat itu, namun tak pernah pikiran dan otakku di rapat. Astaghfirullah.. Dan kini aku tahu bahwa jika ketika kita memilih untuk fokus ke kuliah kita, tanpa memikirkan pekerjaan lain, tidak menjamin akademis kita yang nomer satu. Ya, tahun kedua, tepatnya semester 4, nilai ku turun, anjlok, bahkan aku mulai menemukan nilai C dalam transkrip nilaiku. Sedih? Pasti. Tapi, ini semua jadi bahan introspeksiku.  Mungkin ini akibat aku yang lalai dari amanah dan tanggung jawab, atau mungkin aku yang mendzalimi diriku dan teman-teman bahkan mendzalimi Allah ketika aku lari dari berbagai amanah. Dan satu yang ku ingat, semester 4, masalahku bertambah banyak.

Kini setengah dari tahun ketiga ku sudah kulalui. Semester 5 kemarin baru saja lewat. Lagi-lagi nilaiku tak seperti yang kuharapkan, walaupun tak sejelek semester 4, namun ini cukup membuatku kecewa dan membuatku merasa gagal di semester 5 ini. padahal, aku berjuang mati-matian, berusaha untuk yang terbaik dalam akademis dan prestasiku. Tapi mungkin inilah Allah menegurku. Lebih dari semester 4 mungkin, semester 5 adalah puncak kejenuhan ku dalam organisasi, sudah banyak aku bolos rapat, banyak juga proker-proker yang merupakan tanggung jawabku tidak terlaksana, aku juga jarang hadir dalam agenda organisasiku, sudah banyak pula yang memperingatkanku. Tapi inilah aku, aku memang susah diperingatkan oleh orang lain, apalagi oleh orang yang aku anggap bukan siapa-siapa. Aku terlalu keras kepala. Dan saat itu aku memang sedang menikmati masa-masa kuliahku yang sibuk, sulit, melelahkan namun aku rasa sangat menyenangkan. Apalagi dengan teman-teman kuliah yang sangat berbeda dari teman di organisasiku. Menurutku mereka lebih menyenangkan, menggembirakan, lebih ramai, lebih dekat dan lebih perhatian dan saling tolong menolong antara satu sama lain. Bukan berarti teman di organisasiku tidka menyenangkan, bukan, tapi mungkin karena intensitasku lebih besar dengan teman – teman satu timku itulah yang membuat aku tak sungkan berlama-lama dengan mereka. Mungkin juga karena organisasi ku merupakan organisasi keislaman sehingga sangat terbatas obrolan dengan lawan jenis, mungkin bercanda kita juga nggak kebangetan seperti bercanda dengan teman-teman kuliah.

Dan kini, aku menyelesaikan tahun ketigaku. Saat ini aku baru akan memasuki semester keenamku. Dan aku masih memegang amanah di satu organisasi. Ya memang cuma 1 secara lembaga. Tapi 1 itu adalah posisi yang sangat berat, dan walaupun aku hanya ada dalam 1 saja organisasi, tapi juga memiliki tanggung jawab di lain hal yang tak dapat ditinggalkan begitu saja. Dan kini, aku merasa titik kejenuhanku. Aku merasa menemukan passion lain, sehingga aku belum begitu semangat menyambut semester enamku ini. Banyak sekali terlintas aku ingin melepasakan semua amanah dan tanggung jawabku. Sangat kebalikan dengan tahun pertama, dimana aku sangat semangat berorganisasi. Aku hanya ingin fokus pada kuliahku saja. Titik. Aku hanya ingin cepat lulus. Kerja. Dan menghadapi kehidupan yang baru. Entah kenapa aku jenuh dengan masa-masa ini sebenarnya.

Tapi aku sadar, aku harus menghadapi semuanya. Aku tak boleh egois dengan semua keinginanku dengan semua passionku. Semester enam ini akan jadi semester yang melelahkan secara fisik. Tapi aku berharap ia tak melelahkan jiwa dan batinku. Aku ingin aku menyenangi apa yang ada di depan ku semua, perkuliahanku yang makin sibuk, organisasiku dengan posisi yang sebenernya sangat aku hindari tapi kali ini harus aku hadapi, aku harus mengemban semua amanah dan tanggung jawabku dengan tetap memeluk passionku.
Aku tahu mengapa nilai ku di semester 4 dan 5 menurun, itu karena aku lalai. Banyak hal yang aku lalaikan, yang aku lupakan. Walaupun aku berusaha keras dalam akademisku, tapi aku lalai pada amanahku.
Astaghfirullah. Aku tak ingin semua berulang. Aku ingin dengan aku yang tetap berjuang keras dan berusaha keras dalam memperbaiki akademis dan prestastiku, tapi aku tak ingin lalaikan hal yang lain, amanah dan tanggung jawabku. Aku yakin keduanya bisa berjalan selaras, aku yakin..

Barangsiapa menolong agama Allah, pasti Allah akan menolong mu.. Surat Muhammad ayat 7 ini menggema.
Allah, ingatkan hambamu yang lalai ini. jangan buat aku lalai lagi, jangan buat aku terperosok terlalu jauh ke dalam kenyamanan dan kebahagiaan yang dapat melalaikanku. Bantu aku untuk dapat memegang amanah yang berat ini. karena aku tahu, semua amanah dan tanggung jawab di dunia ini, sekecil apapun amanah dan tanggung jawab itu, Allah semua yang memberikannya, dan kepada Allah lah kembali tanggung jawab itu.
Di rintik hujan ini, aku berdoa, mudahkan semua urusanku ya Allah.. ampuni dosa-dosaku ya Allah.. izinkan aku merajut mimpi-mimpi ku tanpa lalai sedikitpun dengan amanah yang kau berikan. Amin..

















Di tengah rintik hujan dan petir yang menyambar sore yang mulai gelap, di langit Banjarnegara.
Hari terakhir di februari 2013
Dari aku yang ingin bangkit, ingat dan berubah

Kamis, 14 Februari 2013

Perjalanan Seonggok Tanah Liat

Diposting oleh Anonim di 10.28 0 komentar

Sepasang kakek dan nenek pergi belanja di sebuah toko suvenir untuk mencari hadiah buat cucu mereka. Kemudian mata mereka tertuju kepada sebuah cangkir yang cantik. "Lihat cangkir itu," kata si nenek kepada suaminya. "Kau benar, inilah cangkir tercantik yang pernah aku lihat," ujar si kakek.

Saat mereka mendekati cangkir itu, tiba-tiba cangkir yang dimaksud berbicara "Terima kasih untuk perhatiannya, perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari ada seorang pengrajin dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda berputar.

Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pusing. Stop ! Stop ! Aku berteriak, Tetapi orang itu berkata "belum !" lalu ia mulai menyodok dan meninjuku berulang-ulang. Stop! Stop ! teriakku lagi. Tapi orang ini masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalam perapian. Panas ! Panas ! Teriakku dengan keras. Stop ! Cukup ! Teriakku lagi. Tapi orang ini berkata "belum !"

Akhirnya ia mengangkat aku dari perapian itu dan membiarkan aku sampai dingin. Aku pikir, selesailah penderitaanku. Oh ternyata belum. Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita muda dan dan ia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. Stop ! Stop ! Aku berteriak.

Wanita itu berkata "belum !" Lalu ia memberikan aku kepada seorang pria dan ia memasukkan aku lagi ke perapian yang lebih panas dari sebelumnya! Tolong ! Hentikan penyiksaan ini ! Sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang ini tidak peduli dengan teriakanku.Ia terus membakarku. Setelah puas "menyiksaku" kini aku dibiarkan dingin.

Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat kaca. Aku melihat diriku. Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya, karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi sirna tatkala kulihat diriku.


***


Teman, seperti inilah Allah membentuk kita. Pada saat Allah membentuk kita, tidaklah menyenangkan, sakit, penuh penderitaan, dan banyak air mata. Tetapi inilah satu-satunya cara bagi Allah untuk mengubah kita supaya menjadi cantik dan memancarkan kemuliaan Allah.

"Teman, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai pencobaan, sebab Anda tahu bahwa ujian terhadap kita menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang supaya Anda menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun."

Apabila Anda sedang menghadapi ujian hidup, jangan kecil hati, karena Allah sedang membentuk Anda. Bentukan -bentukan ini memang menyakitkan tetapi setelah semua proses itu selesai.Anda akan melihat betapa cantiknya Allah membentuk Anda.




diedit dari cerita seorang teman.

Kamis, 16 Agustus 2012

Celana Bahan Indikasikan Ikhwan?

Diposting oleh Anonim di 12.37 0 komentar
Celana bahan. Agak ambigu sebenarnya. Celana bahan, bisa berarti celana bahan katun, celana bahan drill, celana bahan oxford, bahkan celana bahan jeans. Saya ingat saat pertama kali masuk ke dunia kampus, pada ospek senior yang kadang suka teriak - teriak berkata gini, "Yang cowok pake kemeja putih lengan panjang, yang cowok pake celana bahan!" Lalu banyak dari teman-teman saya yang nyeletuk, "Ini juga celana bahan, bahan jeans.."
Haha, benar juga.. Jadi apa yang harus dikatakan untuk menyebutkan celana yang dimaksud? Yah, sebenarnya pada intinya, celan bahan atau celana kain adalah celana yang berbahan bukan jeans, celana formal untuk acara-acara tertentu, atau celana yang biasa dipakai bapak-bapak pergi ke kantor, yang tidak membentuk bentuk kakinya, you know what i mean lah..
Sepertinya hampir semua anak muda zaman sekarang memakai celana jeans. Setuju kan?
Tapi ada 'kaum' yang berbeda, biasanya tidak memakai celana jeans, tapi celana bahan atau celana kain untuk kegiatannya sehari-hari. Ditambah lagi, celananya itu di atas mata kaki (tidak isbal), ya sesuai sunnah Rasul. Yah memang ada juga ikhwan yang kerap menggunakan celana jeans. Wallahu'alam. Malah ngomongin ikhwan ya ini, hehee..
Tapi ya sejatinya, kalau ada cowok pakai celana bahan di saat teman-teman lainnya memakai celana jeans, perlu dipertanyakan! Yang pertama, apakah dia seorang ikhwan (apalagi kalau celananya cingkrang), yang kedua apakah celana jeans-nya sedang dicuci? hehee..

Hingga suatu sore, saya menghadiri acara buka bersama teman-teman kelas di sekolah dulu. Sudah beberapa  tahun kita berpisah, ketika bertemu kembali, pasti banyak perubahan-perubahan yang terlihat. Ada seorang teman yang dulu biasa aja sekarang tambah jadi anak gaul, yang dulu bawa motor jadi bawa mobil, yang dulu ngomongnya nyong kowe sekarang jadi gue lo, yang dulu belum memakai jilbab sekarang memakai jilbab, yang dulu pakai sepatu balet sekarang memakai wedges dan semacamnya. Namun ada satu hal yang membuat saya penasaran. Ada dua teman cowok yang memakai celana bahan, padahal sewaktu sekolah dulu mereka biasa memakai celana jeans. Haha, sebenarnya biasa saja sih, cuma penasaran aja, haha..
Saya ingat sewaktu masih di Semarang seorang kakak tingkat bercerita tentang temannya yang dulu anak nakal sekarang jadi ikhwan, saya jadi terpikir, sepertinya belum ada teman saya yang berubah sedemikian itu, haha..
Akhirnya saya sms ke kakak tingkat saya itu, "Mbak, temen inung ada dua yang pake celana bahaan! hahaa.."
Dia langsung balas smsnya, "Paling baru beli tuh nung, celananya di atas mata kaki nggak?"
Pertanyaan yang tepat. Sayangnya celana bahan mereka tidak di atas mata kaki. Lalu mereka datang menghampiri kami  satu per satu. Seperti biasa, tradisi bersalam - salaman. Ku perhatikan mereka berdua. Tak usah suudzon, saya memperhatikan biasa doang kok, cuma liatin aja, haha.. Yang satu ternyata sudah tidak salaman dengan lawan jenis. Waah indikasi ikhwan yang kedua (setelah celana bahan) hahaa..
Namun sayang, teman yang satunya luput dari perhatian saya, tapi seingat saya di awal pertemua dia masih mau bersalaman dengan teman perempuan.
Ah, memang celana bahan tidak selalu mengindikasikan si pemakainya itu ikhwan ya? hahaa..

Rabu, 15 Agustus 2012

save rohingya

Diposting oleh Anonim di 12.43 0 komentar

Di saat kita bebas dan merdeka menikmati setiap kehidupan kita,
Ada mereka di sana yang tak dapat menikmatinya.
Baginya, masih bisa hidup dan selamat adalah suatu rezeki yang tak terkira harganya.
Di saat teman-temannya dibantai, dibunuh, ditembaki di depan mata.

Umat islam di sana belum merdeka.
Namun apakah kita sesama muslim pantas berfoya-foya?

Selasa, 24 Juli 2012

Ramadhan Kali Ini...

Diposting oleh Anonim di 11.56 0 komentar


Ramadhan kali ini menurut saya adalah ramadhan yang ramai, penuh haru, huru hara, dan hura hura.

Haru. Ramadhan kerap disebutkan sebagai bulan penuh berkah, (walaupun memang benar adanya) setiap amal yang dilakukan dilipat gandakan. Tak heran banyak orang yang memanfaatkan kesempatan emas ini untuk melakukan hal - hal yang jarang dilakukan di bulan - bulan biasa. Momen Ramadhan ini banyak sekali kegiatan berbagi. Lihatlah anak - anak jalanan yang berkeliaran di jalanan, yang biasanya diacuhkan, tak diperhatikan, kini datangnya Ramadhan setidaknya membuat mereka bahagia sejenak. Banyak warga biasa, pengusaha,  dan sebagainya yang sedikit melirik mereka, menyisihkan sebagain rezekinya, berbagi dengan mereka. Bahkan komunitas - komunitas, organisasi masyarakat, acap kali mengadakan kegiatan buka bersama dengan anak - anak jalanan itu. Belum lagi panti asuhan yang kini jadwalnya padat menerima kunjungan dari orang - orang yang peduli (walaupun ada yang peduli hanya saat Ramadhan). Melihat mereka bahagia, si pemberi bahagia karena beramal, si penerima bahagia karena akhirnya di bulan penuh berkah ini mereka banyak mencicipi makanan yang enak. Semoga kebahagiaan ini tidak berakhir di akhir Ramadhan tahun ini. Semoga yang kaya tak berhenti memberi, dan semoga yang berhak diberi tak terlena diberi, namun termotivasi untuk juga memberi.

Huru Hara. Ramadhan kali ini penuh huru hara, berita - berita yang cukup banyak dijadikan bahan obrolah mulai dari warung kopi sampai cafe - cafe. Seperti berita di dunia hiburan, sampai berita politik. Contohnya ada berita Ariel yang katanya 'pahlawan' bebas dari penjara, Miranda Goeltom yang akhirnya mengenakan baju tahanan KPK, ada lagi yang santer di Jakarta sana tentang pemilihan gubernur putaran kedua.. Semua mewarnai Ramadhan kali ini. Semoga banyaknya kabar - kabar tersebut tetap membuat kita fokus pada Ramadhan kita.

Hura - hura. Ini mungkin yang paling banyak terjadi di kalangan muda - mudi dan mahasiswa. Lihat saja banyak restoran, cafe, rumah makan elit, gaul, tempat nongkrong yang rame menjelang berbuka puasa. Banyak pula gerombolan muda - mudi atau bahkan berpasangan yang duduk - duduk siap untuk berbuka puasa. Baguslah kalau mereka memang berpuasa. Namun yang mengejutkan, terkadang, ketika adzan maghrib mereka berbuka sambil berbincang - bincang, namun sampai adzan isya berkumandang pun beberapa dari mereka masih tetap di tempat duduknya. Itu artinya beberapa dari mereka itu tidak melaksanakan sholat maghrib. Belum lagi hura hura yang satu ini --> Belanja di mall. Salah satu ibadah yang dilaksanakan pada saat Ramadhan adalah i'tikaf di masjid. Namun kebanyakan orang, dari anak - anak, remaja bahkan tante - tante yang hobi belanja mempunyai cara sendiri. Mereka kebanyakan beri'tikaf di mal bukan di masjid. Sebagian dari masyarakat kita memanfaatkan Ramadhan untuk berbelanja kue, atau pakaian, sepatu yang diobral di mal. Padahal Allah juga telah mengobral pahala - pahala untuk manusia yang beramal di Bulan Ramadhan ini. Boleh saja lah kita belanja untuk menyiapkan lebaran kita, namun jangan sampai lalai tujuan kita sebenarnya di Ramadhan ini.
Memang semakin banyak peristiwa yang terjadi di Ramadhan kali ini. Huru hara, yang haru, atau yang hura - hura. Semoga semuanya bisa tetap menikmati kenikmatan tak terbatas di Bulan Ramadhan ini..



Minggu, 06 Mei 2012

Dua Sisi

Diposting oleh Anonim di 05.11 0 komentar
“Haah, udah habis?? Astaghfirullah kak..” Aku letakkan buku tebal yang aku baca sore itu, dan segera berdiri menatap wajah kakakku, yang lebih tua 10 menit dariku. Bisa dibilang kami berdua adalah saudara kembar. Aku geram melihat kelakuan kakakku ini. Bayangkan, uang satu juta kiriman mama di awal bulan, sudah habis dalam waktu kurang dari 20 hari saja, entah apa yang ada di pikirannya.
“Ya, gue kan banyak kebutuhan, Ne..” Jawabnya santai sambil menyulut korek api pada rokok yang sudah di mulutnya.
“Inne nggak suka kakak ngerokok!” Kataku sambil merebut rokok dan korek itu, lalu ku lemparkan ke arah tempat sampah yang berjarak 1 meter di sebelah kiriku. Tepat.
 “Udahlah Ne, gue pinjem duit lo dulu ya. Ya Inne ya, lo kan sodara gue satu-satunya. Iya sih, emang gue bukan ikhwan yang rajin ngaji kayak temen-temen lo itu, tapi gini-gini gue masih sodara kembar lo, malah tuaan gue kan.. Masak ngga mau bantuin kakak lo sendiri sih. Tega lu yee.”
Aku terdiam. Ya dia memang bukan ikhwan seperti kawanku di organisasi-organisasi yang aku ikuti. Dia jauh berbeda. Dia mahasiswa yang bukan aktivis, bukan juga mahasiswa study oriented, namun dia lebih asyik main band daripada kuliah. Aku sayang sama dia. Tapi aku juga tak mau menjadikan ia selalu bergantung seperti ini.
“Ne, gue nggak mungkin minta duit mama lagi. Kasihan mama, Ne.. Makanya gue pinjem lo, ntar awal bulan depan gue balikin deh. Gue ada jadwal manggung akhir bulan ini.”
“Kak Onni, bukannya Inne ngga mau ngasih pinjeman, tapi Inne nggak mau kakak kayak gini terus. Oke, sekarang kakak jawab jujur deh, itu uang bulanan bisa habis cepet banget buat beli apa? Beli rokok? Atau buat pacaran? Kaaak, Inne udah beberapa kali sih bilang, Inne nggak suka kakak pacaran, ngga ada untungnya, pacaran kan juga ngga boleh menurut islam. Apalagi rokok, sama aja bakar duit tau, mana ngga baik buat kesehatan. Kalau kakak kasihan sama mama, harusnya kakak tau, nggak bakal boros-boros kayak gini lagi..” ucapku masih dengan ketus.
“Yah, Ne, lo udah main semprot aja, gue belum jawab juga. Engga Ne, udah gue putusin si Sherly, matre dia, sekarang gue udah nggak pacaran kok, swear deh! Terus, gue ngrokok kadang-kadang doang, kalo lagi stress ne.. Udah deh beneran. Itu kemaren udah habis buat beli gitar baru, Ne.. hehe.. Please Inne cantik, hehe..” Jawabnya sambil memasang muka senyum – senyum aneh.
“Kak, Kakak udah gede, harusnya udah tau prioritas, mana yang penting buat dibeli, mana yang ngga penting. Kakak udah punya gitar kan? Hufft.. Kakak butuh duit berapa?”
“Iya, iya deeh.. Lima puluh aja deh..”
Aku buka dompet cokelatku, ku ambil lembaran berwarna biru, yang tak lain adalah uang lima puluh ribu rupiah. Ku sodorkan ke arah Kak Onni. Ketika Kak Onni akan meraihnya, aku tarik lagi uang itu, “Eits, tapi ada syaratnya..” Ucapku sambil tersenyum dan mengangkat satu alisku ke atas.
“Kakak janji ngga boleh ngerokok, dan nggak boleh pacaran.”
“Hmm, oke, gue janji..” jawabnya tanpa pikir panjang. Cepet banget jawabnya, kau pikir ini boongan apa? Ucapku dalam hati.
“Ya, Inne emang mungkin nggak bisa terus-terusan mata-matai kakak ngrokok atau engga, pacaran atau engga. Inne pun ngga punya uang buat nyewa mata-mata untuk memata-matai kakak. Tapi, ingat, ada Allah, Tuhan Inne, Tuhan Kakak juga.” Ucapku sambil menunjuk dada Kak Onni. “Dia yang mengawasi kakak setiap detik tanpa pernah luput pengawasannya. Kalau kakak ngrokok atau pacaran, berarti kakak tidak menepati janji, oke?  Oya, Allah tadi liat loh pas kakak bilang janji. Hehe.. Jadi deal ya, Inne ngasih uang ini ke kakak, tapi syaratnya kakak ngga boleh ngrokok lagi, dan nggak boleh pacaran lagi..”
“Hmm.. iye iye deh..”
“Ok, nih uangnya, Inne kasih seratus deh sampe akhir bulan, nggak tega, hehe..” Kataku sambil menyodorkan selembar uang seratus ribu rupiah kepada Kak Onni.
Seperti yang telah aku ceritakan, Aku dan Kak Onni adalah saudara kembar. Kami sama-sama mempunyai orang tua yang sama. Bahkan dari TK sampai SMA, kami bersekolah di tempat yang sama. Dan kini, kami pun sama-sama merantau ke Jakarta untuk kuliah di universitas yang sama, walaupun jurusan kami berbeda.
Namun selain itu, sebenarnya banyak sekali perbedaan di antara kita berdua. Jenis kelamin jelas, dia laki-laki, aku perempuan. Hobi juga berbeda, aku suka membaca, dia suka main musik. Aku cukup aktif berorganisasi di kampus, sedangkan dia sangat aktif nge-band di studio. Aku suka dengerin nasyid, sedangkan dia suka dengerin heavy metal. Pakaianku rapi, berjilbab menutup dada dan pakai rok, sedangkan dia kaos oblong warna hitam, tambah jeans belel yang berlubang-lubang, rambut gondrong. Dan, IP-ku Alhamdulillah tidak pernah kurang dari 3.00, sedangkan dia tidak pernah lebih dari 3.00.
Karena banyaknya perbedaan itulah banyak yang tak mengira kami bersaudara.
“Inne, itu siapamu?” Tanya Farah, teman baikku, saat pertama kali dia melihatku berbincang dengan Kak Onni.
“Itu saudara kembarku loh..” Jawabku sambil meringis.
“Hah, beneran? Beda bangeet..” Jawaban Farah, yang sudah dapat aku tebak.
Ketika aku memunculkan diri di depan teman-temannya reaksi itu pun muncul.
“Wuih Ni, siapa yang lo bawa? cewek baru?” celoteh teman satu bandnya, ketika aku diajak mampir ke studio mereka.
“Gila lo, adik gue tuh, eh, kembaran gue.”
“Hah, sumpah lo, Ni? Gilak, kembar apanya? Beda banget gini.. hahaa..”
Aku hanya tersenyum, dan kini pun terbiasa dengan reaksi semacam itu apabila melihatku bersama Kak Onni.
***
Suatu sore, aku mampir ke studio untuk meminta Kak Onni mengantarkanku ke toko buku. Ya, dari luar sudah terdengar suara musik rock yang keras.
Ada satu yang aku suka dari Kak Onni, setidaknya dia bisa mencari uang sendiri sejak SMA. Sedangkan aku belum bisa menghasilkan apa-apa. Ya, melalui kemampuannya nge-band-nya itulah yang membuat ia dapat pemasukan. Dan kini band-nya tidak hanya dikenal di kalangan mahasiswa, namun anak-anak gaul Jakarta pun sudah tak asing mendengarnya.
“Assalamualaikum..”
“Waalaikumsalam.. Eh, Inne.. Nyari Onni? Bentar, dia lagi sholat di belakang. Tunggu aja.” Kata Satria, teman satu band Kak Onni yang juga teman SMA-ku.
“Oh, oke. Aku tunggu sini ya. Eh, kok kalian nggak sholat?”
“Hehe.. kita nanti nyusul kok, hehe..”
Dan adalagi yang masih aku suka dari dia. Ia masih ingat sholat lima waktu. Ya, walaupun terkadang kurang tepat waktu.
“Kenapa, Ne?” Tanya Kak Onni melihat aku duduk di sofa studio.
“Kak, anterin Inne ke toko buku yang di sana yuk, males naik bus.”
“Oh oke, yaudah bentar ya boy, gue anterin Inne dulu.” Kata Kak Onni pada teman-teman band-nya.
Sebagai kakak, dia pun bertanggung jawab. Dia sering membantuku dalam banyak hal, mengantarku ketika aku butuh pergi, menjengukku sambil membawakan banyak makanan saat aku sakit. Bahkan dia berhasil membujuk kawan satu band-nya untuk tidak dibayar saat manggung di acara yang diadakan oleh himpunan mahasiswa di jurusanku.
***
Akhir – akhir ini Kak Onni agak aneh. Setiap aku sms, tidak pernah dibalas, aku telpon, di-reject. Aku khawatir terjadi sesuatu, maksudku aku takut Kak Onni punya masalah sehingga membuatnya demikian. Padahal aku selalu terbuka mendengar curhatan – curhatan Kak Onni, tapi sekarang mungkin dia lebih suka diam. Uang yang dia janjikan diganti di awal bulan pun belum terdengar kabarnya. Terkadang aku tidak memikirkannya, namun terkadang pula, aku mencemaskannya. Mungkin dia sibuk dengan band-nya. Pikirku.
“Ne, besok ahad sepedaan yuk!” ajak Farah membuyarkan lamunanku sore itu.
Aku menyetujui ajakannya, sudah lama pula aku tak berolahraga, rasanya badan ini kaku-kaku semua. Selain itu aku kira aku pun butuh refreshing, aktivitas kuliah dan organisasi yang aku ikuti benar-benar menguras tenaga dan pikiranku. Jadi pagi itu, aku memutuskan bersepeda keliling bersama sahabatku itu. Senang juga rasanya bisa menikmati udara pinggiran Jakarta yang masih sejuk pagi ini.
“Istirahat dulu deh, Fa. Capek aku, hehe..” usulku untuk istirahat duduk di tepi jalan sambil minum minuman yang telah kami bawa. Kami duduk di bawah pohon rindang di tepi jalan. Jalan ini begitu lengang. Tak seperti biasanya yang cukup ramai dengan berbagai macam kendaraan, baik itu pribadi ataupun kendaraan umum.
Tiba – tiba kami terkejut mendengar desisan rem. Kulihat, ternyata ada mobil sedan berwarna hitam metalik berhenti mendadak di seberang jalan. Entahlah mengapa, sebab aku rasa mobil itu tidak menabrak apapun. Dari pintu depan samping sebelah kiri mobil itu, keluarlah seorang pemuda, disusul dengan seorang lagi dari pintu belakang. Mereka membuka pintu depan dimana pengemudi mobil itu duduk. Lalu mengeluarkan seorang pemuda lagi dari kursi pengemudi itu. Mereka berdua memapah pemuda itu keluar dari mobil. Tampaknya pemuda yang menyetir mobil itu sakit. Aku lihat dari cara jalannya yang tidak seimbang dan harus dipapah oleh kedua temannya, lalu ia pun mmuntah – muntah di selokan tepi  jalan tersebut.
“Kayaknya dia mabok deh..” Ucap Farah yang juga memperhatikan pemuda itu.
“Masa sih?” Tanyaku, yang memang tidak tahu ciri – ciri orang mabok.
“Iyalah, pusing, muntah-muntah gitu. Eh, udah yuk, lanjut..” Jawabnya sembari mengajakku kembali bersepeda.
“Yuk..” Jawabku sambil menaiki sepedaku.
Kami menyeberangi jalan, karena kami berniat balik arah untuk segera pulang ke kos kami masing-masing. Saat aku bersepeda sambil menyeberang jalan tersebut, aku kembali memperhatikan para pemuda yang masih berada di tepi selokan itu dari dekat. Aku merasa heran dengan pemuda yang demikian itu. Apakah mereka tidak memikirkan keluarga mereka jika orang tua mereka tahu apa yang anak-anaknya perbuat?
“Hah, Satria!?”Aku benar-benar terkejut, mengerem sepedaku, Farah kebingungan. Ternyata setelah aku melihat mereka dari dekat, bahwa satu diantara mereka bertiga adalah Satria, teman satu band Kak Onni. Satria ternyata mendengar apa yang aku ucapkan, dia menoleh kepalanya ke arahku. Dengan terbata-bata, Satria berkata, “In.. Inne!??”
Mendengar apa yang Satria ucapkan, dua pemuda yang lain menoleh pula kepadaku. Aku shock. Serasa kepalaku berat, dan ingin jatuh pingsan. Ada Dean, teman satu band Kak Onni juga, dan yang lebih membuatku lemas adalah pemuda yang sedang muntah karena mabuk berat adalah..
“Kak Onnii !!! Astaghfirullah kakak..” Ya, Kak Onni, saudara kembarku sendiri. Wajah Kak Onni pucat, matanya merah, dia tampak lemas sekali, wajahnya terlihat pasrah, mungkin karena pengaruh alcohol dan karena ketahuan saudara kembarnya sendiri. Kulirik ke arah mobil yang berhenti itu, kenapa aku baru ngeh kalau itu mobil Kak Onni. Aarghh..
Aku segera mendekati Kak Onni, dan PLAAAK.. aku menamparnya. Baru pernah aku menampar seseorang, dan orang pertama yang aku tampar ternyata adalah saudara kembarku sendiri.
“Apa-apaan ini!?? Kakak mabok!?!?” Teriakku tepat di wajah Kak Onni.
“Lo yang apa-apaan??? Lo tau sodara kembar lo lagi sakit gini, malah ditampar. Sodara macam apa lo ini??” Kata Dean yang mencoba membela Kak Onni, sahabatnya. Sedangkan kakakku tak bisa berkata apa-apa, diam.
“Sakit karena mabok, kan?? Kakak sendiri yang bikin kakak sakit!! Kalian juga mabok kan? Mulut kalian bau alkohol tau!!” ucapku menanggapi perkataan Dean. Aku benar-benar terbawa emosi saat itu.
“Kalian kan yang ngajak dia mabok-mabokan? Kalian kan yang ngajarin? Temen macam apa kalian ini!!! Kalau kayak gini siapa yang mau tanggung jawab!!” teriakku kepada Dean dan Satria. “Kakak juga, kenapa mau diajakin? Haah? Bayangin kak, kalau mama papa tau kelakuan Kak Onni di sini, mereka bakalan kecewa kak sama kakak! kakak nggak sayang apa sama mereka!! Kakak nggak mikir apaa??” Aku benar-benar telah dikuasai amarahku. Bagaimanapun dia saudara kembarku. Saudaraku satu-satunya, tapi mengapa semua jadi seperti ini? Tak sadar aku meneteskan air mataku.
“Ne..”  ucap Kak Onni pelan untuk menghentikan perkataanku.
“Apaa?? Inne kecewa banget sama kakak!” ucapku dengan mengangkat jari telunjukku di depan wajah Kak Onni.
“Inne, udah Ne.. Istighfar…” kata Farah  menepuk pundakku. Aku berjalan berbalik menuju sepedaku. Aku tak peduli dengan Kak Onni dan dua temannya itu. Aku benar-benar marah saat itu. Sebelum kukayuh sepedaku, aku mengucapkan kalimat yang sebenarnya tak ingin aku ucapkan, “Kak, Inne malu punya saudara kembar kayak Kak Onni..” kata ‘malu’ benar-benar aku tegaskan di perkataanku. Ku lihat Kak Onni kaget mendengarnya, dan hanya menundukkan kepalanya.
Kukayuh sepeda itu dengan kencang, sengaja aku tinggal Farah di belakang. Aku ingin sendiri. Hingga tak sadar menetes deras air mata ini. Sesampainya di kos, ku lempar sepeda ini di tembok samping kos-kosanku. Braaak.. Membuat kaget anak – anak yang sedang bermain lompat tali di depan rumah.
Ku tutup pintu kamarku kencang, lalu ku kancing, untuk mencegah Farah masuk. Namun ternyata Farah mengetuk pintuku dan memanggilku pelan.
“Inne..” katanya.
Aku katakan padanya, “Maaf, Fa, aku sedang ingin sendiri..”
Ku lemparkan tubuhku ke kasur empuk di kamarku. Ku tutup wajahku dengan bantal, lalu aku menangis sejadi-jadinya. Tak peduli dengan tubuhku yang basah karena keringat. Aku tidak tahu apa yang harus aku perbuat, apa yang harus aku lakukan. Marah, kecewa, benci, sedih, malu dan semacamnya bercampur baur di dadaku. Sesak. Membuatku menangis sesenggukan. Aku tahu seperti ini tak akan menyelesaikan masalah. Tapi aku benar-benar tak tahu yang sebaiknya aku lakukan.
Ponselku berbunyi, ku lihat screen ponsel itu, dari Kak Onni. Tanpa pikir panjang, aku menekan tombol telepon berwarna merah. Mati. Sekitar lima menit kemudian, ponselku kembali berdering, dari mama. Sempat aku berfikir untuk menceritakan semuanya kepada beliau. Tapi aku sadar, aku tak ingin membuatnya kecewa. Aku tak ingin menyakiti perasaannya. Aku tak setega itu pada mamaku. Aku tak mau mendengar suara mamaku, aku tak tega. Dan aku pun tak bisa berbicara dengan mamaku dalam keadaan aku terisak menangis seperti ini. Aku biarkan ponsel itu bordering, sampai akhirnya mati sendiri. Lalu beberapa saat kemudian ada sms masuk. Dari mama. “Onni, Inne, anak-anak kesayangan mama, kalian lagi ngapain to? Mama telpon, nggak ada yang ngangkat satupun..”
Ma, maafin Inne ma, maafin Kak Onni juga.. Dan Kak Onni, kakak bener – bener tega sama mama, sama papa, sama Inne. Kakak mengecewakan kita semua, Kak.. Aku hanya bisa membatin.
***
"Ne, gue.. Gue mau minta maaf sama lo, Ne..”
“Buat apa? Inne ngga ngerasa dirugikan kok. Kakak yang ngerugiin diri kakak sendiri. Asal kakak tau, Inne paling benci sama cowok yang suka buang-buang duit buat kayak gituan, Inne paling nggak suka sama cowok yang sukanya mabok!! Dan sekarang cowok yang sukanya mabok itu ternyata saudara kembar Inne sendiri! Mau ditaruh mana muka Inne?? Bukan berarti Inne nglarang kakak ngrokok, nglarang kakak pacaran, lalu kakak pikir Inne ngizinin kakak mabuk-mabukan, engga kak! Inne bener-bener malu, Kak.. Inne kecewa banget sama Kakak!”
“Ne, gue tau lo kecewa banget sama gue, lo benci sama gue, bahkan lo malu jadi saudara kembar gue.. Please Ne, maafin gue.. Ini kali pertamanya gue minum, Ne. Sumpah, Demi Allah, Ne, ini pertama buat gue. Gue lagi stress waktu itu, banyak pikiran, makanya gue terima ajakan Satria sama Dean buat minum. Gue mungkin emang sering ke café-café buat manggung, tapi yang namanya nyicipin minuman keras kayak gitu baru kemarin, Ne.. Sumpah Ne, gue khilaf, gue nyesel.. Percaya Ne, sama yang gue omongin.”
Aku cuek. Diam. Seakan tak mendengarkan apa yang Kak Onni katakan.
“Ne, sekali lagi maafin gue, Ne.. Dan, please banget Ne, jangan ceritakan ini semua ke mama papa. Lo belum bilang ke mama papa kan, Ne?” Diam. “Jawab Ne..”
Aku meneteskan air mataku yang sudah terbendung. Aku usap air mataku sebelum Kak Onni melihatnya. Lalu aku menggelengkan kepalaku.
“Bagus.. Makasih banyak lo udah ngertiin gue, Ne.. Sekali lagi maaf, Ne… Gue bener-bener nyesel. Terserah lo mau maafin gue apa engga. Gue balik dulu.”
Kak Onni masuk ke dalam mobilnya. Aku masuk ke dalam rumah kos ku, ku banting pintu dengan keras. Sebenarnya kau mau memaafkannya, namun entah kenapa, masih ada yang mengganjal di dadaku. Masih ada serpihan rasa kecewaku padanya. Astaghfirullahal ‘adzhim..
Allahu Akbar.. Allahu Akbar..
Adzan Ashar itu jelas terdengar olehku. Segera ku berjalan ke arah tempat wudhu. Ku ambil air wudhu yang sejuk dan menyejukkan kulitku. Kupakai mukena putih pemberian mama, kugelar sajadah cokelat di lantai kamarku. Sholat. Di tengah-tengah sholat, aku masih saja meneteskan air mata.
“Allah, ampuni aku, ampuni kakakku.. Bukalah pintu hati kami ya Allah..” pintaku kepada Allah Sang Maha Kuasa setelah sholat yang menenteramkan.
Tut tuuut..
Tiba-tiba ponselku berdering. Dari Dean. Ada apa dia meneleponku? Tumben. Pikirku. Aku tekan tombol telepon berwarna hijau. Terdengar suara bising dibalik telepon.
“Halo.. Assalamualaikum..” ucapku.
“Waalaikumsalam.. Ne, lo harus ke sini sekarang juga..” kata Dean tersengal-sengal.
Hah, kemana??” jawabku.
---
Kulihat pemuda terbaring lemah di ruangan kecil ini. Di dahinya terbalut kasa putih, ada noda obat merah yang cukup lebar di dahi bagian kanannya, menandakan ada luka cukup parah di situ. Pemuda itu adalah pemuda yang sebenarnya sangat aku cintai, sangat aku sayangi, hanya aku tak pernah ucapkan dalam kata-kata, Kak Onni.
Dia mengalami kecelakaan di jalan dari kosku sore tadi. Kabarnya dia hendak menghindari lubang besar di tikungan, lalu banting setir ke kanan dan akhirnya menabrak pohon besar di tepi jalan tersebut. Kaca mobil pecah mengenai Kak Onni yang pada waktu itu lupa mengenakan sabuk pengaman. Untung saat itu jalanan sepi sehingga tak ada korban jiwa lainnya. Jalan menuju kos Kak Onni memang sedikit menyeramkan, jelek dan menikung-nikung. Entah mengapa dia memilih lokasi yang demikian. Aku rasa Kak Onni sedang tidak berkonsentrasi. Harusnya dia sudah paham jalanan menuju kosnya yang setiap hari ia lewati. Mungkin ia masih memikirkan masalah itu.
Ku genggam tangannya yang dingin. Matanya masih terpejam.
“Kak.. Kakak udah Inne maafin kok.. Maafin Inne juga yaa..” ucapku, saat itu mataku berkaca-kaca. “Inne percaya kok sama kakak. Inne yakin, kakak masih orang baik, hehe.. Inne cuma takut kakak jatuh jauh lebih dalam. Inne khawatir kakak jadi pemuda yang jauh dari Allah.. Inne ngga mau kak.. Inne sayang sama kakak, sayang Inne buat siapa lagi kalau engga buat mama, papa, kakak.. Kakak ngga boleh kayak gini lagi yaa.. Kasiha mama, papa.. Kakak harus cepet sembuh, kalau kakak sakit, Inne, mama, papa semua sedih kak...” Kali ini aku benar-benar terisak – isak menangis.
“Kak, Inne mungkin pernah bilang ke kakak, kalau Inne malu punya kakak kayak Kak Onni, Inne benci sama Kak Onni. Enggak kak, sebenarnya Inne-lah yang benci pada diri sendiri. Inne yang malu pada diri sendiri. Inne selama ini berdakwah, Inne menyampaikan islam, nasihat-nasihat pada temen-temen, pada adik-adik binaan mentoring Inne, tapi Inne lupa nggak berdakwah ke kakak. Inne malu pada diri sendiri kak.. Inne berdakwah kepada dunia luar, tapi keluarga Inne sendiri luput dari obyek dakwah Inne.. Inne malu kak, Inne benci sama Inne sendiri.. Maafin Inne kak..” Air mataku benar-benar tak terbendung lagi. Apa yang aku ucapkan benar-benar dari hatiku. Aku menyesal, aku malu, aku benci pada diriku sendiri. Aku sok-sokan koar-koar di luar, tapi di keluargaku pun masih membutuhkan dakwah ku. Aku sedih, aku malu. Aku menangis.
Allah, ampuni aku ya Allah.. ucapku dalam hati.
“Ne..” Terdengar suara lemah dari mulut Kak Onni.
“Kakak?? Kakak udah bangun?” Tanyaku terkejut.
“Iya, udah kamu nggak usah berpikiran gitu.”
“Maksud kakak?” Aku heran, mengapa Kak Onni bisa berkata demikian.
“Kakak dengar semua yang kamu bilang kok.. Maafin kakak ya.. Insyaallah kakak mau tobat, hehe.. Kakak mau jadi kakak yang baik buat kamu. Anak yang baik buat mama papa.” Dia mencoba tersenyum, namun aku bisa liat matanya berkaca-kaca.
“Kok kakak bisa denger?” tanyaku heran.
“Kakak kan tadi cuma pura-pura tidur tadi.. Hahaa..”
“Ihhh, kakak apaan sih.. Hehe..”
Allah memang Maha Pembuat Skenario terbaik. Allah punya rencana dibalik semua kejadian. Rangkaian kejadian ini aku anggap sebagai peringatan buat aku dan Kak Onni. Dan Alhamdulillah, kini kami mulai terbuka. Kak Onny memang masih setia di band-nya, tapi Kak Onni konsisten untuk tidak mau pacaran, merokok, apalagi mabuk. Aku bangga padanya. Aku pun makin semangat untuk mengingatkan dia sholat tepat waktu, puasa sunnah, atau datang ke kajian-kajian yang ada di Masjid Kampus. Alhamdulillah dia menyempatkan untuk datang apabila tidak ada jadwal kuliah atau jadwal manggung. Bahkan suatu saat aku melihat dia datang bersama Satria, Dean atau teman satu band-nya yang lain.
Ya, Allah selalu punya rencana dan kejutan di balik setiap peristiwa. Thanks Allah..


Semarang, Februari 2012 
inspired from someone and someincident in a morning

Senin, 16 April 2012

Oprec Calon Pementor

Diposting oleh Anonim di 19.11 0 komentar




Kamis, 09 Februari 2012

Raunganku

Diposting oleh Anonim di 15.06 0 komentar
Ya Allah..
Aku tahu betapa buruknya aku,
Betapa kotor, hina, rapuhnya aku
Betapa kecil aku di mata-Mu
Betapa miskin, tak punya apa-apa,
Karena ini semua milik-Mu, titipan dari-Mu

Ya Allah..
Engkau pasti tahu
Bahwa yang aku punya hanyalah dosa
Dosa-dosaku kepada-Mu yang menjulang tinggi
Dosa kepada kedua orang tuaku, saudara-saudaraku, sahabat, tetangga
Yang tak dapat dihitung banyaknya

Ya Allah..
Kini Kau memberikan aku sebuah ujian
Berupa sakit ini ya Allah
Penyakit yang aku asing dengannya
Sakit yang membuatku menangis
Sakit yang selalu membuat ku berkecil hati
Sakit yang membuatku kerap menjerit
Merepotkan orang-orang di sekitarku
Membuat mereka mengurusiku yang sebenarnya sudah bisa mandiri
Sakit yang amat sakit rasanya

Ya Allah..
Dua tahun lalu Kau datangkan sakit itu
Selama itu aku hanya menangis
Meraung
Menjerit

Tapi mungkin aku terlalu sombong
Tahu bahwa sakit itu telah diambil
Mungkin aku terlalu sombong
Aku merasa sakit itu sudah hilang
Tapi ternyata,
Penyakit itu datang lagi

Dan kini aku menangis lagi
Air mataku menetes lagi
Hidungku sesenggukan
Baru kuingat lagi pada Kau
Betapa aku sombong melupakan penyakit yang pernah datang
Betapa aku mengira bahwa aku kan selalu sehat
Tapi Allah Maha Kuasa
Maha Berkehendak
Kini Ia menghendakiku untuk kembali merasakan ini
Mungkin Allah rindu pada tangisku setiap malam
Pada rintihanku menyebut nama-Nya ketika kambuh
Pada erangan Allah-ku yang kuteriakkan saat sakit luar biasa itu
Aku ingat, ketika sakit itu datang, bibirku bergetar menyebut nama-Mu
Berdzikir kepada-Mu
Bahkan dalam setiap nafasku kusebut nama-Mu
Mungkin Allah merindukan itu semua
Yang kini jarang kulakukan di saat aku sehat
Mungkin Allah merindukan itu semua
Sehingga mengembalikan penyakit itu lagi padaku
Allah.. Allah.. Allah..

Jika aku mengingat rasa sakit itu dulu
Jujur aku takut
Aku takut merasakan itu lagi
Aku takut aku tak kuat
Aku takut..
Bahkan tak jarang aku meminta mati
Ya, aku yang terlalu kesakitan
Meminta mati jika boleh

Tapi ketika aku ingat,
Apakah kamu sudah siap mati?
Apa kamu punya bekal yang cukup untuk menuju alam selajutnya?
Apa kamu sanggup mati sekarang?

Aku ingat, betapa aku tak punya apa-apa
Aku tak punya apa-apa yang dapat dijadikan bekalku nanti
Ilmu apa? Amalan apa?

Apakah urusanmu di dunia ini sudah kau selesaikan?
Apakah semua sudah beres sehingga kau nerani meminta mati?
Apakah orang-orang sudah merasa puas dengan pekerjaan mu di dunia ini?

Apa yang telah kau beri untuk orang-orang di sekitarmu?
Apa kau telah merasa cukup banyak memberi?
Sehingga kamu berani memnita mati??
Hahh???

Apa kontribusimu di dunia ini?
Apa yang sudah kamu berikan untuk keluargamu?
Untuk teman – temanmu, almamatermu?
Hah? Apa?
Apakah kamu sudah banyak memberi sehingga kamu berani mati?

Apa yang telah kau berikan untuk INDONESIAmu?
Dan yang paling penting,
Apa yang telah kau berikan untuk dakwah, untuk islam, untuk Allah??
Seberapa jauh kau berdakwah?
Menyerukan kebenaran?
Seberapa jauh pengorbananmu untuk islam?
Apakah semua yang lakukan di dunia ini sudah tertuju pada Allah?
Apa yang mau kau persembahkan kepada Allah??
Apakah kau mau menghadapnya dengan tangan kosong?
Ilmu yang menggantung?
Amal yang seadanya??
Hah? Iyaa?
Apakah kau mau mengahadapnya dengan pakaianmu yang kotor itu?
Apa yang kau lakukan di dunia ini cukup sebagai bekal????

Ya Allah..

Tidak..
Aku belum punya apa – apa Allah..
Aku belum punya bekal apa – apa..
Aku.. aku…

Urusanku di dunia ini belum selesai Allah..
Masih banyak yang harus kukerjakan Allah..
Masih banyak hutangku pada orang-orang di sekitarku
Belum sempat aku membalas budi orang tuaku..

Allah..
Jangan ambil nyawaku dulu..
Walau beberapa saat yang lalu aku meminta mati kepada-Mu..

Aku masih ingin bertemu Ramadhan..
Paling tidak tahun depan ya Allah..
Aku ingin mempersiapkan bekalku dulu
Menyelesaikan amanahku
Aku ingin berkontribusi untuk semua..
Berdakwah, berjihad..
Aku masih ingin berjuang di jalan-Mu
Menjunjung islam
Agama-Mu

Ya Allah.. izinkan aku..
Menghadapi sakit ini, menikmati sakit ini,
Melawannya..
Allah berikan aku kekuatan.. Allaaaah...












*jujur, aku menangis ketika mengetik kata demi kata ini

Jumat, 03 Februari 2012

Rabithah

Diposting oleh Anonim di 22.24 0 komentar




Sesungguhnya Engkau tahu
bahwa hati ini telah berpadu
berhimpun dalam naungan cinta-Mu
bertemu dalam ketaatan
bersatu dalam perjuangan

menegakkan syariat dalam kehidupan

Kuatkanlah ikatannya
kekalkanlah cintanya
tunjukilah jalan-jalannya
terangilah dengan cahaya-Mu
yang tiada pernah padam
Ya Rabbi bimbinglah kami

Lapangkanlah dada kami
dengan karunia iman
dan indahnya tawakal pada-Mu
hidupkan dengan ma'rifat-Mu
matikan dalam syahid di jalan-Mu
Engkaulah pelindung dan pembela
Tampilkan postingan dengan label islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label islam. Tampilkan semua postingan

Kamis, 28 Februari 2013

Hanya Nyanyian di Tengah Hujan

Diposting oleh Anonim di 17.02 0 komentar

Saat ini adalah tahun ketigaku di masa perkuliahan ini. Tahun pertama aku lewati dengan mudah. Aku bilang mudah karena perjuangan di tahun ini tidaklah sesulit perjuangan di tahun berikutnya. Tahun pertama pun aku belum disibukkan dengan berbagai aktivitas selain kuliah. Di semester pertama memang masih ada rangkaian ospek, di jurusan kami biasa menyebutnya prosesi. Sedikit disibukkan dengan tugas-tigas dari senior, atau banyaknya kumpul di akhir pekan, masih memakai atribut yang menandakan bahwa kami anak baru. Semester kedua, prosesi sudah berakhir, kini aku telah memasuki dunia selain perkuliahan, organisasi. Dulu aku semangat sekali berorganisasi. Itu berkat para orang-orang yang bilang bahwa softskill sangat penting, dan softskill tidak bisa didapatkan di bangku kuliah, namun di organisasi. Dulu aku memilih 4 organisasi yang aku tekuni periode 1 tahun itu. Awalnya aku merasa agak kewalahan, tapi akhirnya bisa berjalan dengan baik. karena saat tahun pertama di organisasi pun aku hany asebagai staf sehingga amanah pun blm begitu berat. Sehingga tahun pertama, semester 1 dan semester 2 ku sangat lah mudah aku lewati dengan mulus. Ini dapat dilihat dari nilai-nilaiku yang bersinar, IP ku yang cumlaude yang membuat aku boleh sedikit bangga dengan diriku sendiri.

Tahun kedua adalah tahun yang berat, mungkin 2 kali lebih berat dari tahun pertama. Organisasi memang sudah aku kurangi. Aku hanya memegang 2 posisi dalam 2 organisasi, namun masing-masing memiliki amanah dan tanggung jawab yang lebih besar. Apalagi semester 3 dan 4 memiliki mata kuliah yang berat. Dalam satu semester ada beberapa mata kuliah yang berbobot 4 sks. Tahun kedua ini bisa kubilang walaupun berat, tapi mengesan. Dimana kita sudah mulai jarang tidur, hobi (mungkin bukan hobi, tapi paksaan ya..) kita lembur, tidak pulang ke kosan beberapa hari untuk menyelesaikan tugas, banyak survey sampai ke luar kota. Bisa dibilang tahun kedua tahun yang amat sangat melelahkan. Tapi karena banyaknya tuntutan tugas perkuliahan, organisasiku pun sedikit goyah. Jujur, saat itu aku lebih nyaman hidup bersama teman-teman kuliah, ya walaupun susah mengerjakan tugas, tapi aku sangat menikmati, daripada di organisasi. Aku sangat paham bahwa amanah itu sangat penting, sangat berat, karena ini bukan hanya dipertanggungjawabkan oleh senat, bukan hanya tanggung jawab di dunia, tapi di akhirat, tanggung jawab di hadapan Allah. Namun entah kenapa, hasrat dan semangatku di organisasi sangat memudar. Banyak orang, yang aku tahu, sangat kecewa terhadapku. Jadlah saya yang mungkin bsia dibilang berkepribadian ganda. Aku yang rame, antusias dalam hal akademis, prestasi, nilai, kuliah, namun kurang antusias dalam organisasi. Saat itu seringkali aku hanya menampakkan diri secara fisik saat rapat-rapat itu, namun tak pernah pikiran dan otakku di rapat. Astaghfirullah.. Dan kini aku tahu bahwa jika ketika kita memilih untuk fokus ke kuliah kita, tanpa memikirkan pekerjaan lain, tidak menjamin akademis kita yang nomer satu. Ya, tahun kedua, tepatnya semester 4, nilai ku turun, anjlok, bahkan aku mulai menemukan nilai C dalam transkrip nilaiku. Sedih? Pasti. Tapi, ini semua jadi bahan introspeksiku.  Mungkin ini akibat aku yang lalai dari amanah dan tanggung jawab, atau mungkin aku yang mendzalimi diriku dan teman-teman bahkan mendzalimi Allah ketika aku lari dari berbagai amanah. Dan satu yang ku ingat, semester 4, masalahku bertambah banyak.

Kini setengah dari tahun ketiga ku sudah kulalui. Semester 5 kemarin baru saja lewat. Lagi-lagi nilaiku tak seperti yang kuharapkan, walaupun tak sejelek semester 4, namun ini cukup membuatku kecewa dan membuatku merasa gagal di semester 5 ini. padahal, aku berjuang mati-matian, berusaha untuk yang terbaik dalam akademis dan prestasiku. Tapi mungkin inilah Allah menegurku. Lebih dari semester 4 mungkin, semester 5 adalah puncak kejenuhan ku dalam organisasi, sudah banyak aku bolos rapat, banyak juga proker-proker yang merupakan tanggung jawabku tidak terlaksana, aku juga jarang hadir dalam agenda organisasiku, sudah banyak pula yang memperingatkanku. Tapi inilah aku, aku memang susah diperingatkan oleh orang lain, apalagi oleh orang yang aku anggap bukan siapa-siapa. Aku terlalu keras kepala. Dan saat itu aku memang sedang menikmati masa-masa kuliahku yang sibuk, sulit, melelahkan namun aku rasa sangat menyenangkan. Apalagi dengan teman-teman kuliah yang sangat berbeda dari teman di organisasiku. Menurutku mereka lebih menyenangkan, menggembirakan, lebih ramai, lebih dekat dan lebih perhatian dan saling tolong menolong antara satu sama lain. Bukan berarti teman di organisasiku tidka menyenangkan, bukan, tapi mungkin karena intensitasku lebih besar dengan teman – teman satu timku itulah yang membuat aku tak sungkan berlama-lama dengan mereka. Mungkin juga karena organisasi ku merupakan organisasi keislaman sehingga sangat terbatas obrolan dengan lawan jenis, mungkin bercanda kita juga nggak kebangetan seperti bercanda dengan teman-teman kuliah.

Dan kini, aku menyelesaikan tahun ketigaku. Saat ini aku baru akan memasuki semester keenamku. Dan aku masih memegang amanah di satu organisasi. Ya memang cuma 1 secara lembaga. Tapi 1 itu adalah posisi yang sangat berat, dan walaupun aku hanya ada dalam 1 saja organisasi, tapi juga memiliki tanggung jawab di lain hal yang tak dapat ditinggalkan begitu saja. Dan kini, aku merasa titik kejenuhanku. Aku merasa menemukan passion lain, sehingga aku belum begitu semangat menyambut semester enamku ini. Banyak sekali terlintas aku ingin melepasakan semua amanah dan tanggung jawabku. Sangat kebalikan dengan tahun pertama, dimana aku sangat semangat berorganisasi. Aku hanya ingin fokus pada kuliahku saja. Titik. Aku hanya ingin cepat lulus. Kerja. Dan menghadapi kehidupan yang baru. Entah kenapa aku jenuh dengan masa-masa ini sebenarnya.

Tapi aku sadar, aku harus menghadapi semuanya. Aku tak boleh egois dengan semua keinginanku dengan semua passionku. Semester enam ini akan jadi semester yang melelahkan secara fisik. Tapi aku berharap ia tak melelahkan jiwa dan batinku. Aku ingin aku menyenangi apa yang ada di depan ku semua, perkuliahanku yang makin sibuk, organisasiku dengan posisi yang sebenernya sangat aku hindari tapi kali ini harus aku hadapi, aku harus mengemban semua amanah dan tanggung jawabku dengan tetap memeluk passionku.
Aku tahu mengapa nilai ku di semester 4 dan 5 menurun, itu karena aku lalai. Banyak hal yang aku lalaikan, yang aku lupakan. Walaupun aku berusaha keras dalam akademisku, tapi aku lalai pada amanahku.
Astaghfirullah. Aku tak ingin semua berulang. Aku ingin dengan aku yang tetap berjuang keras dan berusaha keras dalam memperbaiki akademis dan prestastiku, tapi aku tak ingin lalaikan hal yang lain, amanah dan tanggung jawabku. Aku yakin keduanya bisa berjalan selaras, aku yakin..

Barangsiapa menolong agama Allah, pasti Allah akan menolong mu.. Surat Muhammad ayat 7 ini menggema.
Allah, ingatkan hambamu yang lalai ini. jangan buat aku lalai lagi, jangan buat aku terperosok terlalu jauh ke dalam kenyamanan dan kebahagiaan yang dapat melalaikanku. Bantu aku untuk dapat memegang amanah yang berat ini. karena aku tahu, semua amanah dan tanggung jawab di dunia ini, sekecil apapun amanah dan tanggung jawab itu, Allah semua yang memberikannya, dan kepada Allah lah kembali tanggung jawab itu.
Di rintik hujan ini, aku berdoa, mudahkan semua urusanku ya Allah.. ampuni dosa-dosaku ya Allah.. izinkan aku merajut mimpi-mimpi ku tanpa lalai sedikitpun dengan amanah yang kau berikan. Amin..

















Di tengah rintik hujan dan petir yang menyambar sore yang mulai gelap, di langit Banjarnegara.
Hari terakhir di februari 2013
Dari aku yang ingin bangkit, ingat dan berubah

Kamis, 14 Februari 2013

Perjalanan Seonggok Tanah Liat

Diposting oleh Anonim di 10.28 0 komentar

Sepasang kakek dan nenek pergi belanja di sebuah toko suvenir untuk mencari hadiah buat cucu mereka. Kemudian mata mereka tertuju kepada sebuah cangkir yang cantik. "Lihat cangkir itu," kata si nenek kepada suaminya. "Kau benar, inilah cangkir tercantik yang pernah aku lihat," ujar si kakek.

Saat mereka mendekati cangkir itu, tiba-tiba cangkir yang dimaksud berbicara "Terima kasih untuk perhatiannya, perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari ada seorang pengrajin dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda berputar.

Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pusing. Stop ! Stop ! Aku berteriak, Tetapi orang itu berkata "belum !" lalu ia mulai menyodok dan meninjuku berulang-ulang. Stop! Stop ! teriakku lagi. Tapi orang ini masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalam perapian. Panas ! Panas ! Teriakku dengan keras. Stop ! Cukup ! Teriakku lagi. Tapi orang ini berkata "belum !"

Akhirnya ia mengangkat aku dari perapian itu dan membiarkan aku sampai dingin. Aku pikir, selesailah penderitaanku. Oh ternyata belum. Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita muda dan dan ia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. Stop ! Stop ! Aku berteriak.

Wanita itu berkata "belum !" Lalu ia memberikan aku kepada seorang pria dan ia memasukkan aku lagi ke perapian yang lebih panas dari sebelumnya! Tolong ! Hentikan penyiksaan ini ! Sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang ini tidak peduli dengan teriakanku.Ia terus membakarku. Setelah puas "menyiksaku" kini aku dibiarkan dingin.

Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat kaca. Aku melihat diriku. Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya, karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi sirna tatkala kulihat diriku.


***


Teman, seperti inilah Allah membentuk kita. Pada saat Allah membentuk kita, tidaklah menyenangkan, sakit, penuh penderitaan, dan banyak air mata. Tetapi inilah satu-satunya cara bagi Allah untuk mengubah kita supaya menjadi cantik dan memancarkan kemuliaan Allah.

"Teman, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai pencobaan, sebab Anda tahu bahwa ujian terhadap kita menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang supaya Anda menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun."

Apabila Anda sedang menghadapi ujian hidup, jangan kecil hati, karena Allah sedang membentuk Anda. Bentukan -bentukan ini memang menyakitkan tetapi setelah semua proses itu selesai.Anda akan melihat betapa cantiknya Allah membentuk Anda.




diedit dari cerita seorang teman.

Kamis, 16 Agustus 2012

Celana Bahan Indikasikan Ikhwan?

Diposting oleh Anonim di 12.37 0 komentar
Celana bahan. Agak ambigu sebenarnya. Celana bahan, bisa berarti celana bahan katun, celana bahan drill, celana bahan oxford, bahkan celana bahan jeans. Saya ingat saat pertama kali masuk ke dunia kampus, pada ospek senior yang kadang suka teriak - teriak berkata gini, "Yang cowok pake kemeja putih lengan panjang, yang cowok pake celana bahan!" Lalu banyak dari teman-teman saya yang nyeletuk, "Ini juga celana bahan, bahan jeans.."
Haha, benar juga.. Jadi apa yang harus dikatakan untuk menyebutkan celana yang dimaksud? Yah, sebenarnya pada intinya, celan bahan atau celana kain adalah celana yang berbahan bukan jeans, celana formal untuk acara-acara tertentu, atau celana yang biasa dipakai bapak-bapak pergi ke kantor, yang tidak membentuk bentuk kakinya, you know what i mean lah..
Sepertinya hampir semua anak muda zaman sekarang memakai celana jeans. Setuju kan?
Tapi ada 'kaum' yang berbeda, biasanya tidak memakai celana jeans, tapi celana bahan atau celana kain untuk kegiatannya sehari-hari. Ditambah lagi, celananya itu di atas mata kaki (tidak isbal), ya sesuai sunnah Rasul. Yah memang ada juga ikhwan yang kerap menggunakan celana jeans. Wallahu'alam. Malah ngomongin ikhwan ya ini, hehee..
Tapi ya sejatinya, kalau ada cowok pakai celana bahan di saat teman-teman lainnya memakai celana jeans, perlu dipertanyakan! Yang pertama, apakah dia seorang ikhwan (apalagi kalau celananya cingkrang), yang kedua apakah celana jeans-nya sedang dicuci? hehee..

Hingga suatu sore, saya menghadiri acara buka bersama teman-teman kelas di sekolah dulu. Sudah beberapa  tahun kita berpisah, ketika bertemu kembali, pasti banyak perubahan-perubahan yang terlihat. Ada seorang teman yang dulu biasa aja sekarang tambah jadi anak gaul, yang dulu bawa motor jadi bawa mobil, yang dulu ngomongnya nyong kowe sekarang jadi gue lo, yang dulu belum memakai jilbab sekarang memakai jilbab, yang dulu pakai sepatu balet sekarang memakai wedges dan semacamnya. Namun ada satu hal yang membuat saya penasaran. Ada dua teman cowok yang memakai celana bahan, padahal sewaktu sekolah dulu mereka biasa memakai celana jeans. Haha, sebenarnya biasa saja sih, cuma penasaran aja, haha..
Saya ingat sewaktu masih di Semarang seorang kakak tingkat bercerita tentang temannya yang dulu anak nakal sekarang jadi ikhwan, saya jadi terpikir, sepertinya belum ada teman saya yang berubah sedemikian itu, haha..
Akhirnya saya sms ke kakak tingkat saya itu, "Mbak, temen inung ada dua yang pake celana bahaan! hahaa.."
Dia langsung balas smsnya, "Paling baru beli tuh nung, celananya di atas mata kaki nggak?"
Pertanyaan yang tepat. Sayangnya celana bahan mereka tidak di atas mata kaki. Lalu mereka datang menghampiri kami  satu per satu. Seperti biasa, tradisi bersalam - salaman. Ku perhatikan mereka berdua. Tak usah suudzon, saya memperhatikan biasa doang kok, cuma liatin aja, haha.. Yang satu ternyata sudah tidak salaman dengan lawan jenis. Waah indikasi ikhwan yang kedua (setelah celana bahan) hahaa..
Namun sayang, teman yang satunya luput dari perhatian saya, tapi seingat saya di awal pertemua dia masih mau bersalaman dengan teman perempuan.
Ah, memang celana bahan tidak selalu mengindikasikan si pemakainya itu ikhwan ya? hahaa..

Rabu, 15 Agustus 2012

save rohingya

Diposting oleh Anonim di 12.43 0 komentar

Di saat kita bebas dan merdeka menikmati setiap kehidupan kita,
Ada mereka di sana yang tak dapat menikmatinya.
Baginya, masih bisa hidup dan selamat adalah suatu rezeki yang tak terkira harganya.
Di saat teman-temannya dibantai, dibunuh, ditembaki di depan mata.

Umat islam di sana belum merdeka.
Namun apakah kita sesama muslim pantas berfoya-foya?

Selasa, 24 Juli 2012

Ramadhan Kali Ini...

Diposting oleh Anonim di 11.56 0 komentar


Ramadhan kali ini menurut saya adalah ramadhan yang ramai, penuh haru, huru hara, dan hura hura.

Haru. Ramadhan kerap disebutkan sebagai bulan penuh berkah, (walaupun memang benar adanya) setiap amal yang dilakukan dilipat gandakan. Tak heran banyak orang yang memanfaatkan kesempatan emas ini untuk melakukan hal - hal yang jarang dilakukan di bulan - bulan biasa. Momen Ramadhan ini banyak sekali kegiatan berbagi. Lihatlah anak - anak jalanan yang berkeliaran di jalanan, yang biasanya diacuhkan, tak diperhatikan, kini datangnya Ramadhan setidaknya membuat mereka bahagia sejenak. Banyak warga biasa, pengusaha,  dan sebagainya yang sedikit melirik mereka, menyisihkan sebagain rezekinya, berbagi dengan mereka. Bahkan komunitas - komunitas, organisasi masyarakat, acap kali mengadakan kegiatan buka bersama dengan anak - anak jalanan itu. Belum lagi panti asuhan yang kini jadwalnya padat menerima kunjungan dari orang - orang yang peduli (walaupun ada yang peduli hanya saat Ramadhan). Melihat mereka bahagia, si pemberi bahagia karena beramal, si penerima bahagia karena akhirnya di bulan penuh berkah ini mereka banyak mencicipi makanan yang enak. Semoga kebahagiaan ini tidak berakhir di akhir Ramadhan tahun ini. Semoga yang kaya tak berhenti memberi, dan semoga yang berhak diberi tak terlena diberi, namun termotivasi untuk juga memberi.

Huru Hara. Ramadhan kali ini penuh huru hara, berita - berita yang cukup banyak dijadikan bahan obrolah mulai dari warung kopi sampai cafe - cafe. Seperti berita di dunia hiburan, sampai berita politik. Contohnya ada berita Ariel yang katanya 'pahlawan' bebas dari penjara, Miranda Goeltom yang akhirnya mengenakan baju tahanan KPK, ada lagi yang santer di Jakarta sana tentang pemilihan gubernur putaran kedua.. Semua mewarnai Ramadhan kali ini. Semoga banyaknya kabar - kabar tersebut tetap membuat kita fokus pada Ramadhan kita.

Hura - hura. Ini mungkin yang paling banyak terjadi di kalangan muda - mudi dan mahasiswa. Lihat saja banyak restoran, cafe, rumah makan elit, gaul, tempat nongkrong yang rame menjelang berbuka puasa. Banyak pula gerombolan muda - mudi atau bahkan berpasangan yang duduk - duduk siap untuk berbuka puasa. Baguslah kalau mereka memang berpuasa. Namun yang mengejutkan, terkadang, ketika adzan maghrib mereka berbuka sambil berbincang - bincang, namun sampai adzan isya berkumandang pun beberapa dari mereka masih tetap di tempat duduknya. Itu artinya beberapa dari mereka itu tidak melaksanakan sholat maghrib. Belum lagi hura hura yang satu ini --> Belanja di mall. Salah satu ibadah yang dilaksanakan pada saat Ramadhan adalah i'tikaf di masjid. Namun kebanyakan orang, dari anak - anak, remaja bahkan tante - tante yang hobi belanja mempunyai cara sendiri. Mereka kebanyakan beri'tikaf di mal bukan di masjid. Sebagian dari masyarakat kita memanfaatkan Ramadhan untuk berbelanja kue, atau pakaian, sepatu yang diobral di mal. Padahal Allah juga telah mengobral pahala - pahala untuk manusia yang beramal di Bulan Ramadhan ini. Boleh saja lah kita belanja untuk menyiapkan lebaran kita, namun jangan sampai lalai tujuan kita sebenarnya di Ramadhan ini.
Memang semakin banyak peristiwa yang terjadi di Ramadhan kali ini. Huru hara, yang haru, atau yang hura - hura. Semoga semuanya bisa tetap menikmati kenikmatan tak terbatas di Bulan Ramadhan ini..



Minggu, 06 Mei 2012

Dua Sisi

Diposting oleh Anonim di 05.11 0 komentar
“Haah, udah habis?? Astaghfirullah kak..” Aku letakkan buku tebal yang aku baca sore itu, dan segera berdiri menatap wajah kakakku, yang lebih tua 10 menit dariku. Bisa dibilang kami berdua adalah saudara kembar. Aku geram melihat kelakuan kakakku ini. Bayangkan, uang satu juta kiriman mama di awal bulan, sudah habis dalam waktu kurang dari 20 hari saja, entah apa yang ada di pikirannya.
“Ya, gue kan banyak kebutuhan, Ne..” Jawabnya santai sambil menyulut korek api pada rokok yang sudah di mulutnya.
“Inne nggak suka kakak ngerokok!” Kataku sambil merebut rokok dan korek itu, lalu ku lemparkan ke arah tempat sampah yang berjarak 1 meter di sebelah kiriku. Tepat.
 “Udahlah Ne, gue pinjem duit lo dulu ya. Ya Inne ya, lo kan sodara gue satu-satunya. Iya sih, emang gue bukan ikhwan yang rajin ngaji kayak temen-temen lo itu, tapi gini-gini gue masih sodara kembar lo, malah tuaan gue kan.. Masak ngga mau bantuin kakak lo sendiri sih. Tega lu yee.”
Aku terdiam. Ya dia memang bukan ikhwan seperti kawanku di organisasi-organisasi yang aku ikuti. Dia jauh berbeda. Dia mahasiswa yang bukan aktivis, bukan juga mahasiswa study oriented, namun dia lebih asyik main band daripada kuliah. Aku sayang sama dia. Tapi aku juga tak mau menjadikan ia selalu bergantung seperti ini.
“Ne, gue nggak mungkin minta duit mama lagi. Kasihan mama, Ne.. Makanya gue pinjem lo, ntar awal bulan depan gue balikin deh. Gue ada jadwal manggung akhir bulan ini.”
“Kak Onni, bukannya Inne ngga mau ngasih pinjeman, tapi Inne nggak mau kakak kayak gini terus. Oke, sekarang kakak jawab jujur deh, itu uang bulanan bisa habis cepet banget buat beli apa? Beli rokok? Atau buat pacaran? Kaaak, Inne udah beberapa kali sih bilang, Inne nggak suka kakak pacaran, ngga ada untungnya, pacaran kan juga ngga boleh menurut islam. Apalagi rokok, sama aja bakar duit tau, mana ngga baik buat kesehatan. Kalau kakak kasihan sama mama, harusnya kakak tau, nggak bakal boros-boros kayak gini lagi..” ucapku masih dengan ketus.
“Yah, Ne, lo udah main semprot aja, gue belum jawab juga. Engga Ne, udah gue putusin si Sherly, matre dia, sekarang gue udah nggak pacaran kok, swear deh! Terus, gue ngrokok kadang-kadang doang, kalo lagi stress ne.. Udah deh beneran. Itu kemaren udah habis buat beli gitar baru, Ne.. hehe.. Please Inne cantik, hehe..” Jawabnya sambil memasang muka senyum – senyum aneh.
“Kak, Kakak udah gede, harusnya udah tau prioritas, mana yang penting buat dibeli, mana yang ngga penting. Kakak udah punya gitar kan? Hufft.. Kakak butuh duit berapa?”
“Iya, iya deeh.. Lima puluh aja deh..”
Aku buka dompet cokelatku, ku ambil lembaran berwarna biru, yang tak lain adalah uang lima puluh ribu rupiah. Ku sodorkan ke arah Kak Onni. Ketika Kak Onni akan meraihnya, aku tarik lagi uang itu, “Eits, tapi ada syaratnya..” Ucapku sambil tersenyum dan mengangkat satu alisku ke atas.
“Kakak janji ngga boleh ngerokok, dan nggak boleh pacaran.”
“Hmm, oke, gue janji..” jawabnya tanpa pikir panjang. Cepet banget jawabnya, kau pikir ini boongan apa? Ucapku dalam hati.
“Ya, Inne emang mungkin nggak bisa terus-terusan mata-matai kakak ngrokok atau engga, pacaran atau engga. Inne pun ngga punya uang buat nyewa mata-mata untuk memata-matai kakak. Tapi, ingat, ada Allah, Tuhan Inne, Tuhan Kakak juga.” Ucapku sambil menunjuk dada Kak Onni. “Dia yang mengawasi kakak setiap detik tanpa pernah luput pengawasannya. Kalau kakak ngrokok atau pacaran, berarti kakak tidak menepati janji, oke?  Oya, Allah tadi liat loh pas kakak bilang janji. Hehe.. Jadi deal ya, Inne ngasih uang ini ke kakak, tapi syaratnya kakak ngga boleh ngrokok lagi, dan nggak boleh pacaran lagi..”
“Hmm.. iye iye deh..”
“Ok, nih uangnya, Inne kasih seratus deh sampe akhir bulan, nggak tega, hehe..” Kataku sambil menyodorkan selembar uang seratus ribu rupiah kepada Kak Onni.
Seperti yang telah aku ceritakan, Aku dan Kak Onni adalah saudara kembar. Kami sama-sama mempunyai orang tua yang sama. Bahkan dari TK sampai SMA, kami bersekolah di tempat yang sama. Dan kini, kami pun sama-sama merantau ke Jakarta untuk kuliah di universitas yang sama, walaupun jurusan kami berbeda.
Namun selain itu, sebenarnya banyak sekali perbedaan di antara kita berdua. Jenis kelamin jelas, dia laki-laki, aku perempuan. Hobi juga berbeda, aku suka membaca, dia suka main musik. Aku cukup aktif berorganisasi di kampus, sedangkan dia sangat aktif nge-band di studio. Aku suka dengerin nasyid, sedangkan dia suka dengerin heavy metal. Pakaianku rapi, berjilbab menutup dada dan pakai rok, sedangkan dia kaos oblong warna hitam, tambah jeans belel yang berlubang-lubang, rambut gondrong. Dan, IP-ku Alhamdulillah tidak pernah kurang dari 3.00, sedangkan dia tidak pernah lebih dari 3.00.
Karena banyaknya perbedaan itulah banyak yang tak mengira kami bersaudara.
“Inne, itu siapamu?” Tanya Farah, teman baikku, saat pertama kali dia melihatku berbincang dengan Kak Onni.
“Itu saudara kembarku loh..” Jawabku sambil meringis.
“Hah, beneran? Beda bangeet..” Jawaban Farah, yang sudah dapat aku tebak.
Ketika aku memunculkan diri di depan teman-temannya reaksi itu pun muncul.
“Wuih Ni, siapa yang lo bawa? cewek baru?” celoteh teman satu bandnya, ketika aku diajak mampir ke studio mereka.
“Gila lo, adik gue tuh, eh, kembaran gue.”
“Hah, sumpah lo, Ni? Gilak, kembar apanya? Beda banget gini.. hahaa..”
Aku hanya tersenyum, dan kini pun terbiasa dengan reaksi semacam itu apabila melihatku bersama Kak Onni.
***
Suatu sore, aku mampir ke studio untuk meminta Kak Onni mengantarkanku ke toko buku. Ya, dari luar sudah terdengar suara musik rock yang keras.
Ada satu yang aku suka dari Kak Onni, setidaknya dia bisa mencari uang sendiri sejak SMA. Sedangkan aku belum bisa menghasilkan apa-apa. Ya, melalui kemampuannya nge-band-nya itulah yang membuat ia dapat pemasukan. Dan kini band-nya tidak hanya dikenal di kalangan mahasiswa, namun anak-anak gaul Jakarta pun sudah tak asing mendengarnya.
“Assalamualaikum..”
“Waalaikumsalam.. Eh, Inne.. Nyari Onni? Bentar, dia lagi sholat di belakang. Tunggu aja.” Kata Satria, teman satu band Kak Onni yang juga teman SMA-ku.
“Oh, oke. Aku tunggu sini ya. Eh, kok kalian nggak sholat?”
“Hehe.. kita nanti nyusul kok, hehe..”
Dan adalagi yang masih aku suka dari dia. Ia masih ingat sholat lima waktu. Ya, walaupun terkadang kurang tepat waktu.
“Kenapa, Ne?” Tanya Kak Onni melihat aku duduk di sofa studio.
“Kak, anterin Inne ke toko buku yang di sana yuk, males naik bus.”
“Oh oke, yaudah bentar ya boy, gue anterin Inne dulu.” Kata Kak Onni pada teman-teman band-nya.
Sebagai kakak, dia pun bertanggung jawab. Dia sering membantuku dalam banyak hal, mengantarku ketika aku butuh pergi, menjengukku sambil membawakan banyak makanan saat aku sakit. Bahkan dia berhasil membujuk kawan satu band-nya untuk tidak dibayar saat manggung di acara yang diadakan oleh himpunan mahasiswa di jurusanku.
***
Akhir – akhir ini Kak Onni agak aneh. Setiap aku sms, tidak pernah dibalas, aku telpon, di-reject. Aku khawatir terjadi sesuatu, maksudku aku takut Kak Onni punya masalah sehingga membuatnya demikian. Padahal aku selalu terbuka mendengar curhatan – curhatan Kak Onni, tapi sekarang mungkin dia lebih suka diam. Uang yang dia janjikan diganti di awal bulan pun belum terdengar kabarnya. Terkadang aku tidak memikirkannya, namun terkadang pula, aku mencemaskannya. Mungkin dia sibuk dengan band-nya. Pikirku.
“Ne, besok ahad sepedaan yuk!” ajak Farah membuyarkan lamunanku sore itu.
Aku menyetujui ajakannya, sudah lama pula aku tak berolahraga, rasanya badan ini kaku-kaku semua. Selain itu aku kira aku pun butuh refreshing, aktivitas kuliah dan organisasi yang aku ikuti benar-benar menguras tenaga dan pikiranku. Jadi pagi itu, aku memutuskan bersepeda keliling bersama sahabatku itu. Senang juga rasanya bisa menikmati udara pinggiran Jakarta yang masih sejuk pagi ini.
“Istirahat dulu deh, Fa. Capek aku, hehe..” usulku untuk istirahat duduk di tepi jalan sambil minum minuman yang telah kami bawa. Kami duduk di bawah pohon rindang di tepi jalan. Jalan ini begitu lengang. Tak seperti biasanya yang cukup ramai dengan berbagai macam kendaraan, baik itu pribadi ataupun kendaraan umum.
Tiba – tiba kami terkejut mendengar desisan rem. Kulihat, ternyata ada mobil sedan berwarna hitam metalik berhenti mendadak di seberang jalan. Entahlah mengapa, sebab aku rasa mobil itu tidak menabrak apapun. Dari pintu depan samping sebelah kiri mobil itu, keluarlah seorang pemuda, disusul dengan seorang lagi dari pintu belakang. Mereka membuka pintu depan dimana pengemudi mobil itu duduk. Lalu mengeluarkan seorang pemuda lagi dari kursi pengemudi itu. Mereka berdua memapah pemuda itu keluar dari mobil. Tampaknya pemuda yang menyetir mobil itu sakit. Aku lihat dari cara jalannya yang tidak seimbang dan harus dipapah oleh kedua temannya, lalu ia pun mmuntah – muntah di selokan tepi  jalan tersebut.
“Kayaknya dia mabok deh..” Ucap Farah yang juga memperhatikan pemuda itu.
“Masa sih?” Tanyaku, yang memang tidak tahu ciri – ciri orang mabok.
“Iyalah, pusing, muntah-muntah gitu. Eh, udah yuk, lanjut..” Jawabnya sembari mengajakku kembali bersepeda.
“Yuk..” Jawabku sambil menaiki sepedaku.
Kami menyeberangi jalan, karena kami berniat balik arah untuk segera pulang ke kos kami masing-masing. Saat aku bersepeda sambil menyeberang jalan tersebut, aku kembali memperhatikan para pemuda yang masih berada di tepi selokan itu dari dekat. Aku merasa heran dengan pemuda yang demikian itu. Apakah mereka tidak memikirkan keluarga mereka jika orang tua mereka tahu apa yang anak-anaknya perbuat?
“Hah, Satria!?”Aku benar-benar terkejut, mengerem sepedaku, Farah kebingungan. Ternyata setelah aku melihat mereka dari dekat, bahwa satu diantara mereka bertiga adalah Satria, teman satu band Kak Onni. Satria ternyata mendengar apa yang aku ucapkan, dia menoleh kepalanya ke arahku. Dengan terbata-bata, Satria berkata, “In.. Inne!??”
Mendengar apa yang Satria ucapkan, dua pemuda yang lain menoleh pula kepadaku. Aku shock. Serasa kepalaku berat, dan ingin jatuh pingsan. Ada Dean, teman satu band Kak Onni juga, dan yang lebih membuatku lemas adalah pemuda yang sedang muntah karena mabuk berat adalah..
“Kak Onnii !!! Astaghfirullah kakak..” Ya, Kak Onni, saudara kembarku sendiri. Wajah Kak Onni pucat, matanya merah, dia tampak lemas sekali, wajahnya terlihat pasrah, mungkin karena pengaruh alcohol dan karena ketahuan saudara kembarnya sendiri. Kulirik ke arah mobil yang berhenti itu, kenapa aku baru ngeh kalau itu mobil Kak Onni. Aarghh..
Aku segera mendekati Kak Onni, dan PLAAAK.. aku menamparnya. Baru pernah aku menampar seseorang, dan orang pertama yang aku tampar ternyata adalah saudara kembarku sendiri.
“Apa-apaan ini!?? Kakak mabok!?!?” Teriakku tepat di wajah Kak Onni.
“Lo yang apa-apaan??? Lo tau sodara kembar lo lagi sakit gini, malah ditampar. Sodara macam apa lo ini??” Kata Dean yang mencoba membela Kak Onni, sahabatnya. Sedangkan kakakku tak bisa berkata apa-apa, diam.
“Sakit karena mabok, kan?? Kakak sendiri yang bikin kakak sakit!! Kalian juga mabok kan? Mulut kalian bau alkohol tau!!” ucapku menanggapi perkataan Dean. Aku benar-benar terbawa emosi saat itu.
“Kalian kan yang ngajak dia mabok-mabokan? Kalian kan yang ngajarin? Temen macam apa kalian ini!!! Kalau kayak gini siapa yang mau tanggung jawab!!” teriakku kepada Dean dan Satria. “Kakak juga, kenapa mau diajakin? Haah? Bayangin kak, kalau mama papa tau kelakuan Kak Onni di sini, mereka bakalan kecewa kak sama kakak! kakak nggak sayang apa sama mereka!! Kakak nggak mikir apaa??” Aku benar-benar telah dikuasai amarahku. Bagaimanapun dia saudara kembarku. Saudaraku satu-satunya, tapi mengapa semua jadi seperti ini? Tak sadar aku meneteskan air mataku.
“Ne..”  ucap Kak Onni pelan untuk menghentikan perkataanku.
“Apaa?? Inne kecewa banget sama kakak!” ucapku dengan mengangkat jari telunjukku di depan wajah Kak Onni.
“Inne, udah Ne.. Istighfar…” kata Farah  menepuk pundakku. Aku berjalan berbalik menuju sepedaku. Aku tak peduli dengan Kak Onni dan dua temannya itu. Aku benar-benar marah saat itu. Sebelum kukayuh sepedaku, aku mengucapkan kalimat yang sebenarnya tak ingin aku ucapkan, “Kak, Inne malu punya saudara kembar kayak Kak Onni..” kata ‘malu’ benar-benar aku tegaskan di perkataanku. Ku lihat Kak Onni kaget mendengarnya, dan hanya menundukkan kepalanya.
Kukayuh sepeda itu dengan kencang, sengaja aku tinggal Farah di belakang. Aku ingin sendiri. Hingga tak sadar menetes deras air mata ini. Sesampainya di kos, ku lempar sepeda ini di tembok samping kos-kosanku. Braaak.. Membuat kaget anak – anak yang sedang bermain lompat tali di depan rumah.
Ku tutup pintu kamarku kencang, lalu ku kancing, untuk mencegah Farah masuk. Namun ternyata Farah mengetuk pintuku dan memanggilku pelan.
“Inne..” katanya.
Aku katakan padanya, “Maaf, Fa, aku sedang ingin sendiri..”
Ku lemparkan tubuhku ke kasur empuk di kamarku. Ku tutup wajahku dengan bantal, lalu aku menangis sejadi-jadinya. Tak peduli dengan tubuhku yang basah karena keringat. Aku tidak tahu apa yang harus aku perbuat, apa yang harus aku lakukan. Marah, kecewa, benci, sedih, malu dan semacamnya bercampur baur di dadaku. Sesak. Membuatku menangis sesenggukan. Aku tahu seperti ini tak akan menyelesaikan masalah. Tapi aku benar-benar tak tahu yang sebaiknya aku lakukan.
Ponselku berbunyi, ku lihat screen ponsel itu, dari Kak Onni. Tanpa pikir panjang, aku menekan tombol telepon berwarna merah. Mati. Sekitar lima menit kemudian, ponselku kembali berdering, dari mama. Sempat aku berfikir untuk menceritakan semuanya kepada beliau. Tapi aku sadar, aku tak ingin membuatnya kecewa. Aku tak ingin menyakiti perasaannya. Aku tak setega itu pada mamaku. Aku tak mau mendengar suara mamaku, aku tak tega. Dan aku pun tak bisa berbicara dengan mamaku dalam keadaan aku terisak menangis seperti ini. Aku biarkan ponsel itu bordering, sampai akhirnya mati sendiri. Lalu beberapa saat kemudian ada sms masuk. Dari mama. “Onni, Inne, anak-anak kesayangan mama, kalian lagi ngapain to? Mama telpon, nggak ada yang ngangkat satupun..”
Ma, maafin Inne ma, maafin Kak Onni juga.. Dan Kak Onni, kakak bener – bener tega sama mama, sama papa, sama Inne. Kakak mengecewakan kita semua, Kak.. Aku hanya bisa membatin.
***
"Ne, gue.. Gue mau minta maaf sama lo, Ne..”
“Buat apa? Inne ngga ngerasa dirugikan kok. Kakak yang ngerugiin diri kakak sendiri. Asal kakak tau, Inne paling benci sama cowok yang suka buang-buang duit buat kayak gituan, Inne paling nggak suka sama cowok yang sukanya mabok!! Dan sekarang cowok yang sukanya mabok itu ternyata saudara kembar Inne sendiri! Mau ditaruh mana muka Inne?? Bukan berarti Inne nglarang kakak ngrokok, nglarang kakak pacaran, lalu kakak pikir Inne ngizinin kakak mabuk-mabukan, engga kak! Inne bener-bener malu, Kak.. Inne kecewa banget sama Kakak!”
“Ne, gue tau lo kecewa banget sama gue, lo benci sama gue, bahkan lo malu jadi saudara kembar gue.. Please Ne, maafin gue.. Ini kali pertamanya gue minum, Ne. Sumpah, Demi Allah, Ne, ini pertama buat gue. Gue lagi stress waktu itu, banyak pikiran, makanya gue terima ajakan Satria sama Dean buat minum. Gue mungkin emang sering ke café-café buat manggung, tapi yang namanya nyicipin minuman keras kayak gitu baru kemarin, Ne.. Sumpah Ne, gue khilaf, gue nyesel.. Percaya Ne, sama yang gue omongin.”
Aku cuek. Diam. Seakan tak mendengarkan apa yang Kak Onni katakan.
“Ne, sekali lagi maafin gue, Ne.. Dan, please banget Ne, jangan ceritakan ini semua ke mama papa. Lo belum bilang ke mama papa kan, Ne?” Diam. “Jawab Ne..”
Aku meneteskan air mataku yang sudah terbendung. Aku usap air mataku sebelum Kak Onni melihatnya. Lalu aku menggelengkan kepalaku.
“Bagus.. Makasih banyak lo udah ngertiin gue, Ne.. Sekali lagi maaf, Ne… Gue bener-bener nyesel. Terserah lo mau maafin gue apa engga. Gue balik dulu.”
Kak Onni masuk ke dalam mobilnya. Aku masuk ke dalam rumah kos ku, ku banting pintu dengan keras. Sebenarnya kau mau memaafkannya, namun entah kenapa, masih ada yang mengganjal di dadaku. Masih ada serpihan rasa kecewaku padanya. Astaghfirullahal ‘adzhim..
Allahu Akbar.. Allahu Akbar..
Adzan Ashar itu jelas terdengar olehku. Segera ku berjalan ke arah tempat wudhu. Ku ambil air wudhu yang sejuk dan menyejukkan kulitku. Kupakai mukena putih pemberian mama, kugelar sajadah cokelat di lantai kamarku. Sholat. Di tengah-tengah sholat, aku masih saja meneteskan air mata.
“Allah, ampuni aku, ampuni kakakku.. Bukalah pintu hati kami ya Allah..” pintaku kepada Allah Sang Maha Kuasa setelah sholat yang menenteramkan.
Tut tuuut..
Tiba-tiba ponselku berdering. Dari Dean. Ada apa dia meneleponku? Tumben. Pikirku. Aku tekan tombol telepon berwarna hijau. Terdengar suara bising dibalik telepon.
“Halo.. Assalamualaikum..” ucapku.
“Waalaikumsalam.. Ne, lo harus ke sini sekarang juga..” kata Dean tersengal-sengal.
Hah, kemana??” jawabku.
---
Kulihat pemuda terbaring lemah di ruangan kecil ini. Di dahinya terbalut kasa putih, ada noda obat merah yang cukup lebar di dahi bagian kanannya, menandakan ada luka cukup parah di situ. Pemuda itu adalah pemuda yang sebenarnya sangat aku cintai, sangat aku sayangi, hanya aku tak pernah ucapkan dalam kata-kata, Kak Onni.
Dia mengalami kecelakaan di jalan dari kosku sore tadi. Kabarnya dia hendak menghindari lubang besar di tikungan, lalu banting setir ke kanan dan akhirnya menabrak pohon besar di tepi jalan tersebut. Kaca mobil pecah mengenai Kak Onni yang pada waktu itu lupa mengenakan sabuk pengaman. Untung saat itu jalanan sepi sehingga tak ada korban jiwa lainnya. Jalan menuju kos Kak Onni memang sedikit menyeramkan, jelek dan menikung-nikung. Entah mengapa dia memilih lokasi yang demikian. Aku rasa Kak Onni sedang tidak berkonsentrasi. Harusnya dia sudah paham jalanan menuju kosnya yang setiap hari ia lewati. Mungkin ia masih memikirkan masalah itu.
Ku genggam tangannya yang dingin. Matanya masih terpejam.
“Kak.. Kakak udah Inne maafin kok.. Maafin Inne juga yaa..” ucapku, saat itu mataku berkaca-kaca. “Inne percaya kok sama kakak. Inne yakin, kakak masih orang baik, hehe.. Inne cuma takut kakak jatuh jauh lebih dalam. Inne khawatir kakak jadi pemuda yang jauh dari Allah.. Inne ngga mau kak.. Inne sayang sama kakak, sayang Inne buat siapa lagi kalau engga buat mama, papa, kakak.. Kakak ngga boleh kayak gini lagi yaa.. Kasiha mama, papa.. Kakak harus cepet sembuh, kalau kakak sakit, Inne, mama, papa semua sedih kak...” Kali ini aku benar-benar terisak – isak menangis.
“Kak, Inne mungkin pernah bilang ke kakak, kalau Inne malu punya kakak kayak Kak Onni, Inne benci sama Kak Onni. Enggak kak, sebenarnya Inne-lah yang benci pada diri sendiri. Inne yang malu pada diri sendiri. Inne selama ini berdakwah, Inne menyampaikan islam, nasihat-nasihat pada temen-temen, pada adik-adik binaan mentoring Inne, tapi Inne lupa nggak berdakwah ke kakak. Inne malu pada diri sendiri kak.. Inne berdakwah kepada dunia luar, tapi keluarga Inne sendiri luput dari obyek dakwah Inne.. Inne malu kak, Inne benci sama Inne sendiri.. Maafin Inne kak..” Air mataku benar-benar tak terbendung lagi. Apa yang aku ucapkan benar-benar dari hatiku. Aku menyesal, aku malu, aku benci pada diriku sendiri. Aku sok-sokan koar-koar di luar, tapi di keluargaku pun masih membutuhkan dakwah ku. Aku sedih, aku malu. Aku menangis.
Allah, ampuni aku ya Allah.. ucapku dalam hati.
“Ne..” Terdengar suara lemah dari mulut Kak Onni.
“Kakak?? Kakak udah bangun?” Tanyaku terkejut.
“Iya, udah kamu nggak usah berpikiran gitu.”
“Maksud kakak?” Aku heran, mengapa Kak Onni bisa berkata demikian.
“Kakak dengar semua yang kamu bilang kok.. Maafin kakak ya.. Insyaallah kakak mau tobat, hehe.. Kakak mau jadi kakak yang baik buat kamu. Anak yang baik buat mama papa.” Dia mencoba tersenyum, namun aku bisa liat matanya berkaca-kaca.
“Kok kakak bisa denger?” tanyaku heran.
“Kakak kan tadi cuma pura-pura tidur tadi.. Hahaa..”
“Ihhh, kakak apaan sih.. Hehe..”
Allah memang Maha Pembuat Skenario terbaik. Allah punya rencana dibalik semua kejadian. Rangkaian kejadian ini aku anggap sebagai peringatan buat aku dan Kak Onni. Dan Alhamdulillah, kini kami mulai terbuka. Kak Onny memang masih setia di band-nya, tapi Kak Onni konsisten untuk tidak mau pacaran, merokok, apalagi mabuk. Aku bangga padanya. Aku pun makin semangat untuk mengingatkan dia sholat tepat waktu, puasa sunnah, atau datang ke kajian-kajian yang ada di Masjid Kampus. Alhamdulillah dia menyempatkan untuk datang apabila tidak ada jadwal kuliah atau jadwal manggung. Bahkan suatu saat aku melihat dia datang bersama Satria, Dean atau teman satu band-nya yang lain.
Ya, Allah selalu punya rencana dan kejutan di balik setiap peristiwa. Thanks Allah..


Semarang, Februari 2012 
inspired from someone and someincident in a morning

Senin, 16 April 2012

Oprec Calon Pementor

Diposting oleh Anonim di 19.11 0 komentar




Kamis, 09 Februari 2012

Raunganku

Diposting oleh Anonim di 15.06 0 komentar
Ya Allah..
Aku tahu betapa buruknya aku,
Betapa kotor, hina, rapuhnya aku
Betapa kecil aku di mata-Mu
Betapa miskin, tak punya apa-apa,
Karena ini semua milik-Mu, titipan dari-Mu

Ya Allah..
Engkau pasti tahu
Bahwa yang aku punya hanyalah dosa
Dosa-dosaku kepada-Mu yang menjulang tinggi
Dosa kepada kedua orang tuaku, saudara-saudaraku, sahabat, tetangga
Yang tak dapat dihitung banyaknya

Ya Allah..
Kini Kau memberikan aku sebuah ujian
Berupa sakit ini ya Allah
Penyakit yang aku asing dengannya
Sakit yang membuatku menangis
Sakit yang selalu membuat ku berkecil hati
Sakit yang membuatku kerap menjerit
Merepotkan orang-orang di sekitarku
Membuat mereka mengurusiku yang sebenarnya sudah bisa mandiri
Sakit yang amat sakit rasanya

Ya Allah..
Dua tahun lalu Kau datangkan sakit itu
Selama itu aku hanya menangis
Meraung
Menjerit

Tapi mungkin aku terlalu sombong
Tahu bahwa sakit itu telah diambil
Mungkin aku terlalu sombong
Aku merasa sakit itu sudah hilang
Tapi ternyata,
Penyakit itu datang lagi

Dan kini aku menangis lagi
Air mataku menetes lagi
Hidungku sesenggukan
Baru kuingat lagi pada Kau
Betapa aku sombong melupakan penyakit yang pernah datang
Betapa aku mengira bahwa aku kan selalu sehat
Tapi Allah Maha Kuasa
Maha Berkehendak
Kini Ia menghendakiku untuk kembali merasakan ini
Mungkin Allah rindu pada tangisku setiap malam
Pada rintihanku menyebut nama-Nya ketika kambuh
Pada erangan Allah-ku yang kuteriakkan saat sakit luar biasa itu
Aku ingat, ketika sakit itu datang, bibirku bergetar menyebut nama-Mu
Berdzikir kepada-Mu
Bahkan dalam setiap nafasku kusebut nama-Mu
Mungkin Allah merindukan itu semua
Yang kini jarang kulakukan di saat aku sehat
Mungkin Allah merindukan itu semua
Sehingga mengembalikan penyakit itu lagi padaku
Allah.. Allah.. Allah..

Jika aku mengingat rasa sakit itu dulu
Jujur aku takut
Aku takut merasakan itu lagi
Aku takut aku tak kuat
Aku takut..
Bahkan tak jarang aku meminta mati
Ya, aku yang terlalu kesakitan
Meminta mati jika boleh

Tapi ketika aku ingat,
Apakah kamu sudah siap mati?
Apa kamu punya bekal yang cukup untuk menuju alam selajutnya?
Apa kamu sanggup mati sekarang?

Aku ingat, betapa aku tak punya apa-apa
Aku tak punya apa-apa yang dapat dijadikan bekalku nanti
Ilmu apa? Amalan apa?

Apakah urusanmu di dunia ini sudah kau selesaikan?
Apakah semua sudah beres sehingga kau nerani meminta mati?
Apakah orang-orang sudah merasa puas dengan pekerjaan mu di dunia ini?

Apa yang telah kau beri untuk orang-orang di sekitarmu?
Apa kau telah merasa cukup banyak memberi?
Sehingga kamu berani memnita mati??
Hahh???

Apa kontribusimu di dunia ini?
Apa yang sudah kamu berikan untuk keluargamu?
Untuk teman – temanmu, almamatermu?
Hah? Apa?
Apakah kamu sudah banyak memberi sehingga kamu berani mati?

Apa yang telah kau berikan untuk INDONESIAmu?
Dan yang paling penting,
Apa yang telah kau berikan untuk dakwah, untuk islam, untuk Allah??
Seberapa jauh kau berdakwah?
Menyerukan kebenaran?
Seberapa jauh pengorbananmu untuk islam?
Apakah semua yang lakukan di dunia ini sudah tertuju pada Allah?
Apa yang mau kau persembahkan kepada Allah??
Apakah kau mau menghadapnya dengan tangan kosong?
Ilmu yang menggantung?
Amal yang seadanya??
Hah? Iyaa?
Apakah kau mau mengahadapnya dengan pakaianmu yang kotor itu?
Apa yang kau lakukan di dunia ini cukup sebagai bekal????

Ya Allah..

Tidak..
Aku belum punya apa – apa Allah..
Aku belum punya bekal apa – apa..
Aku.. aku…

Urusanku di dunia ini belum selesai Allah..
Masih banyak yang harus kukerjakan Allah..
Masih banyak hutangku pada orang-orang di sekitarku
Belum sempat aku membalas budi orang tuaku..

Allah..
Jangan ambil nyawaku dulu..
Walau beberapa saat yang lalu aku meminta mati kepada-Mu..

Aku masih ingin bertemu Ramadhan..
Paling tidak tahun depan ya Allah..
Aku ingin mempersiapkan bekalku dulu
Menyelesaikan amanahku
Aku ingin berkontribusi untuk semua..
Berdakwah, berjihad..
Aku masih ingin berjuang di jalan-Mu
Menjunjung islam
Agama-Mu

Ya Allah.. izinkan aku..
Menghadapi sakit ini, menikmati sakit ini,
Melawannya..
Allah berikan aku kekuatan.. Allaaaah...












*jujur, aku menangis ketika mengetik kata demi kata ini

Jumat, 03 Februari 2012

Rabithah

Diposting oleh Anonim di 22.24 0 komentar




Sesungguhnya Engkau tahu
bahwa hati ini telah berpadu
berhimpun dalam naungan cinta-Mu
bertemu dalam ketaatan
bersatu dalam perjuangan

menegakkan syariat dalam kehidupan

Kuatkanlah ikatannya
kekalkanlah cintanya
tunjukilah jalan-jalannya
terangilah dengan cahaya-Mu
yang tiada pernah padam
Ya Rabbi bimbinglah kami

Lapangkanlah dada kami
dengan karunia iman
dan indahnya tawakal pada-Mu
hidupkan dengan ma'rifat-Mu
matikan dalam syahid di jalan-Mu
Engkaulah pelindung dan pembela
 

live and life Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea