Tampilkan postingan dengan label budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label budaya. Tampilkan semua postingan

Selasa, 04 Oktober 2011

POTENSI DAN PERMASALAHAN KABUPATEN BANJARNEGARA

Diposting oleh Anonim di 20.59 0 komentar
Kabupaten Banjarnegara yang terletak di Jawa tengah ini mempunyai banyak potensi. Baik dalam bidang pariwisata, pertanian, peternakan, bahkan pertambangan.
1.      Potensi Wisata
A.    Arung Jeram Sungai Serayu
Wisata ini berada di Sungai Serayu Kabupaten Banjarnegara tepatnya dari Desa Tunggoro ke Desa Singomerto, Kecamatan Sigaluh dengan panjang rute tempuh 12 km dan 15 jeram ekstrim.
Dengan jeram yang sangat deras menjadikan Sungai Serayu menjadi salah satu sungai yang diperhitungkan oleh penghobi olahraga arung jeram di Indonesia.
B.  Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau)
Disana terdapat banyak bangunan Candi yang semuanya berlatar belakang Ciwaistis dan mempunyai bentuk arsitektur sederhana dan diperkirakan digunakan mulai abad IX hingga abad XII AD. Candi-candi di Dieng menggunakan nama tokoh pewayangan seperti, Dwarawati, Puntadewa, Arjuna, Gatotkaca, Srikandi, Bima, Puntadewa dan Candi Sembadra.
Di Dieng Plateau juga ada tempat wisata Kawah Sikidang. Karena lubang kepundannya berada di daerah dataran sehingga kawah dapat disaksikan langsung dari bibir kawah. Sampai saat ini kawah Sikidang masih aktif mengeluarkan uap panas dan bau yang khas. Uap panas yang keluar disertai semburan air yang mendidih berwarna kelabu selalu muncul berpindah-pindah dan berlompat-lompat dari satu tempat ke tempat lain seperti seekor Kidang, sehingga dinamai kawah Sikidang.
C.   Selain wisata Arung Jeram dan Dieng Plateau, masih banyak lagi potensi wisata. Seperti Kebun Binatang Serulingmas, Waduk Jendral Sudirman, ada juga wisata kuliner seperti dawet ayu, wisata belanja seperti keramik klampok dan batik susukan.
2.      Potensi Pertanian
A.    Kentang
Tanaman kentang tersebar di 4 kecamatan, yaitu Pejawaran, Batur, Wanayasa, dan Kalibening. Kapasitas produksi kentang Kabupaten Banjarnegara 133.417,5 ton/tahun. Dan  luas panen tanaman kentang Kabupaten Banjarnegara 8.434 Ha.

B.    Jagung

Jenis Jagung yang di usahakan oleh para Petani ada 2 jenis yaitu Lokal dan komposit Hibrida. Jagung terdapat di 20 Kecamatan Se-Kabupaten Banjarnegara, namun Kecamatan yang memiliki produksi tertinggi adalah Kecamatan Purwonegoro (14.585 ton), Kecamatan Pagentan (13.306,40 ton), Kecamatan Pejawaran (12.901,80 ton) dan Kecamatan Wanayasa (10.897,10 ton).
C. Salak
Buah Salak merupakan salah satu unggulan Kabupaten Banjarnegara. Tanaman salak terdapat di 18 Kecamatan Se-Kabupaten Banjarnegara (kecuali Kec. Rakit dan Kec. Batur), namun Kecamatan yang memiliki produksi tertinggi adalah Kecamatan Madukara (135.958,2 ton), Kecamatan Banjarmangu (26.522,3 ton), Kecamatan Pagentan (18.474,7 ton) dan Kecamatan Sigaluh (5.584,9 ton). Kapasitas produksi salak Kabupaten Banjarnegara 193.662,1 ton / tahun. Jenis Salak ada 2 Macam Yaitu Jenis Lokal dan Pondoh dengan perbandingan jumlah tanaman 50:50 %. Setiap hari produk salak Banjarnegara di kirim ke Jakarta, Jawa Barat dan Surabaya.
3.      Potensi Perkebunan

A.    Perkebunan Teh

Perkebunan teh diusahakan oleh rakyat tersebar di kecamatan Wanayasa, Kalibening, Pejawaran, dan Karangkobar. Hasil pucuk teh tersebut ditampung oleh PT. Pagilaran di desa Jatilawang, kecamatan Wanayasa dan PT. Jatilawang Sejahtera di desa Grogol, kecamatan Pejawaran.

B.    Perkebunan Kopi

Kabupaten Banjarnegara sangat cocok untuk tanaman kopi Arabica. Lokasi perkebunan di Kecamatan Kalibening, Wanayasa, Karangkobar yang termasuk daerah dataran tinggi.

4.      Peternakan

A.    Peternakan Sapi Potong

Lokasi penyebaran sapi potong terdapat di seluruh Kecamatan di Banjarnegara, dengan tingkat populasi ternak sapi potong tertinggi di Kec. Wanayasa 8.047 ekor, Kec. Kalibening 5.593 ekor, Kec. Karangkobar 4.678 ekor dan Kec. Bawang 3.188 ekor. Total populasi ternak sapi potong di Kabupaten Banjarnegara 40.426 ekor, dengan didukung oleh 21.782 Ha pengahasil hijauan makanan ternak (HMT) dan 40.237 Ha limbah pertanian.
  1. Peternakan Kambing
Kecamatan Banjarmangu mungkin bisa dijuluki dengan kecamatan kambing karena enam dari tiga belas desa yang ada di kecamatan ini jumlah populasi kambingnya melebihi jumlah penduduknya. Dari keenam desa tersebut yang paling menonjol adalah desa Pagerpelah. Dengan luas wilayah 402,4 hektar, desa yang berada diantara Sungai  Urang dan Ragajaya, Pagerpelah memiliki jumlah penduduk 2078. Dan kambing yang ada mencapai 3753 ekor. Ini berarti jumlah kambing hampir dua kali lipat dari jumlah penduduk.
5.      Pertambangan
1.   Marmer                                               4. Batu lempeng
2.   Feldspar (metasedimen)                     5. Batu Granit
3.   Trass (untuk pembuatan semen)

Sebenarnya masih banyak potensi yang dimiliki Kabupaten Banjarnegara. Namun tidak banyak orang yang mengetahui potensi tersebut. Hal tersebut dikarenakan kurangnya sosialisasi pemerintah dan warga Banjarnegara itu sendiri. Selain itu potensi  potensi yang dimiliki juga tidak dijaga dan dikembangkan dengan baik. Banyak tempat wisata yang sudah tak terawat, sudah tidak ada yang memerhatikannya lagi, sehingga sepi pengunjung. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap potensi alam Banjarnegara adalah persoalan yang utama.
Permasalahan kabupaten Banjarnegara yang lain adalah masih kurangnya fasilitas – fasilitas yang mendukung dan memadai. Sebagai contoh adalah minimnya pusat perbelanjaan, sehingga banyak masyarakat lebih suka berbelanja di luar kota yang lebih lengkap dan lebih prestis.
Infrastruktur yang lain pun masih banyak yang perlu diperhatikan. Sebagai contoh jalan raya penghubung Purbalingga dan Banjarnegara yang berlubang dan masih perlu banyak perbaikan. Lampu – lampu jalan pun banyak yang tidak berfungsi dengan baik, dan lain-lain.
Pedagang Kaki Lima juga menambah ketidaktertiban Kabupaten Banjarnegara. Biasanya PKL berjualan di pinggir-pinggir jalan atau di trotoar sehingga menghalangi para pengguna jalan atau pejalan kaki. Selain itu dengan banyaknya pedagang kaki lima tersebut membuat sampah-sampah bertebaran membuat kesan Banjarnegara yang dulu sebagai kota adipura terkesan jorok dan kotor. Sehingga, sekali lagi perhatian pemerintah dan kesadaran masyarakat Kabupaten Banjarnegara perlu ditingkatkan untuk Banjarnegara yang lebih maju.

Daftar Pustaka

Senin, 20 Juni 2011

Review Tema Tugas : Wisata Budaya Nusantara

Diposting oleh Anonim di 22.37 0 komentar
...Jika anda harus memilih, mana yang anda pilih, berwisata ke luar negeri atau dalam negeri? 
Lalu tempat wisata seperti apa yang anda pilih untuk dikunjungi? apakah tempat bermain seperti dufan, ancol, atau wisata budaya seperti keraton, museum, bangunan bersejarah lainnya?....


Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. (wikipedia)
Yang menarik di sini adalah kalimat, diwarisakan dari generasi ke generasi. Namun apakah itu kenyataannya? Justru yang saya lihat, budaya kita, dari generasi ke generasi semakin luntur kecintaannya. Salah satu bentuk budaya Indonesia tercermin dalam wisata-wisata yang ada di Indonesia.

Namun, menurut saya, wisata budaya di negara kita tercinta, Indonesia, telah banyak dikesampingkan para wisatawan dalam negeri. Suatu saat saya berkunjung ke Keraton Jogjakarta, ke Istana Mangkunegaran Solo, dan berbagai tempat wisata berbasis kebudayaan lain. Dan satu yang menarik perhatian saya.. Wisatawan dari luar negeri justru lebih banyak daripada wisatawan dalam negeri.


Saya heran, mereka yang dari luar negeri saja tertarik dengan budaya yang Indonesia miliki. Namun, kita sebagai warga negara Indonesia kurang tertarik dan peduli dengan budaya kita sendiri. Banyak dari orang-orang kaya itu pergi pelesir jauh-jauh ke luar negeri.. Padahal di Indonesia banyak terdapat wisata yang jauuh lebih indah dibandingkan di luar negeri. Ironis memang..


kita tidak bangga dengan apa yang kita miliki. Kita seakan tidak peduli. Namun, jika budaya tersebut telah direbut negara lain, seperti yang terjadi di beberapa waktu lalu, barulah kita sadar, barulah kita koar-koar, barulah kita terbangun, barulah kita peduli., sok-sokan menjaga.. Apa itu?? Itukah tanda cinta? begitukah tanda memiliki? jawab dengan hati anda masing-masing..


Jika anda mengaku anak bangsa, cintai budaya kita.. Ringan caranya. Apabila dikaitkan dengan tema posting saya, kita cukup dengan mengunjungi wisata budaya kita, mengerti apa arti dibalik wisata budaya tersebut, mengagumi, mencintai dan memamerkan kepada dunia luar bahwa kita memiliki budaya yang unik dan eksotis !


Banyak wisata budaya di sekitar kita. Di Semarang saja contohnya, ada berbagai macam wisata budaya bahkan bangunan - bangunan bersejarah. Sebagai contoh kawasan kota lama, lawang sewu, bahkan wisata kelenteng Sam Po Kong. Semuanya memiliki keunikan masing-masing. Untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut tentang wisata budaya klik di sini, dan khusus wisata budaya di Semarang klik di sini.


Maka, sebagai bentuk wujud kecintaan dan kepedulian serta tak lupa kecintaan kami kepada wisata budaya nusantara yang kita miliki, kami memilih tema WISATA BUDAYA NUSANTARA sebagai tema tigas besar Teknik Komunikasi kami.. Ini hanyalah sedikit bentuk kecintaan kami, dengan mengenalkan wisata budaya busantara dengan cara kami sendiri..

Rabu, 15 Juni 2011

UPACARA RUWATAN RAMBUT GEMBEL PESONA BUDAYA DATARAN TINGGI DIENG

Diposting oleh Anonim di 05.24 0 komentar
Nur Ratna Mukti
21040110120022


Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau) adalah kawasan wisata yang berada di tengah wilayah kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, Propinsi Jawa Tengah. Secara administrasi, Dieng mencakup Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng Wetan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Kawasan ini berketinggian 2088 meter di atas permukaan laut. Sehingga tak heran, suhu kawasan tersebut cukup dingin, yaitu sekitar 10o-20o C. Bahkan pada musim kemarau, kawasan ini bisa mencapai 0o C pada pagi hari.
Nama Dieng memiliki sejarah tersendiri. Seperti yang penulis kutip dalam www.wisatamelayu.com,
“Nama Dieng berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Sansekerta, yaitu di yang berarti gunung dan hyang dari kata khayangan, yang artinya tempat tinggal para dewa dan dewi. Bila digabungkan, nama dieng berarti pegunungan tempat tinggal para dewa dan dewi. Tapi ada sumber lain yang menyebutkan, Dieng berasal dari kata dalam bahasa Jawa, yaitu edi yang berarti indah/cantik dan aeng yang berarti aneh. Jadi dieng berarti tempat yang indah dan punya keanehan.
Dieng memang lebih terkenal akan wisata alamnya yang mempesona, seperti Candi Dieng, Telaga Warna, Kawah Canderadimuka. Namun ada satu kebudayaan yang tak kalah menarik di kawasan bersuhu dingin tersebut. Di kawasan Dieng, terkenal akan budaya pemotongan rambut gembel atau disebut upacara ruwatan. Bahkan budaya ini telah terkenal sampai ke mancanegara. Tak heran, jika di Dieng sedang melakukan ritual ini, banyak pengunjung datang, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Memang anak – anak asli Dieng mempunyai keunikan tersendiri. Sejak dilahirkan,  rambut mereka sudah gembel atau gimbal. Bahkan dalam matanews.com menyebutkan bahwa menurut pemangku adat masyarakat Dieng, Mbah Naryono (60 tahun) meyakini anak-anak berambut gembel ini adalah anak bajang titipan Kyai Kolodete (tokoh yang dipercaya membuka kawasan dataran tinggi Dieng).
Berdasarkan kepercayaan warga sekitar, rambut gimbal tersebut dapat membawa marabahaya atau membawa sial. Oleh karenanya, rambut gembel tersebut harus dipotong atau dicukur. Namun proses mencukurnya tidaklah mudah. Harus melalui ritual atau upacara adat yang biasa disebut upacara ruwatan. Konon, jika pencukuran rambut gembel dilaksanakan tanpa melalui proses upacara ruwatan, maka rambut gembel akan tumbuh kembali, namun jika melalui proses ruwatan, rambut gembel tidak akan tumbuh lagi sampai anak tersebut tumbuh dewasa. Ruwatan sendiri berasal dari kata ruwat  yang artinya membuang. Jadi diharapkan setelah ruwatan, bala yang dibawa anak tersebut hilang dan berbalik membawa rezeki.
Waktu upacara itu sendiri dilakukan berdasarkan weton (hari kelahiran sang anak). Sedangkan pelaksanaan upacara dihitung berasarkan neptu (nilai kelahiran anak yang akan diruwat). Ritual ini harus dilakukan sesuai permintaan anak. Sehingga orang tua tidak memaksa si anak untuk mencukur rambut gembelnya sebelum si anak berkehendak. Selain itu upacara diadakan sesuai dengan kemampuan dana dari orang tua. Karena dana untuk ruwatan memang tidaklah sedikit. Hal ini dikarenakan, dalam upacara ruwatan, anak biasanya mengajukan suatu permintaan. Permintaan tersebut harus dipenuhi oleh orang tuanya, apabila tidak akan mendatangkan musibah.

Prosesi Ritual Ruwatan
Dalam mengadakan upacara ruwatan ini juga diperlukan persiapan khusus seperti benda-benda sesaji. Sesaji yang digunakan meliputi tumpeng, ingkung ayam (ayam besar utuh), gunting, mangkuk dan air berisi bunga setaman, beras, 2 buah uang, payiung, jajanan pasar dan 15 jenis minuman, seperti kopi manis dan pahit, teh manis dan pahit, selasih, susu, jawawut serta permintaan anak yang diruwat.
Acara dibuka dengan sambutan-sambutan oleh salah satu pelaksana upacara. Setelah sambutan – sambutan, anak yang akan dicukur dibawa ke sumur maerokoco di kompleks Candi Dieng.  Lalu dukun mulai memandikan anak berambut gembel dengan diiringi bebunyian gamelan. Air yang dipakai oleh sang dukun diambil dari mata air yang dianggap bertuah di Dataran Tinggi Dieng, yaitu di Sumur Maerokoco tersebut.
Kemudian setelah dimandikan sesaji-sesaji pun disiapkan. Sesaji tersebut biasanya  memiliki arti tersendiri. Misalnya tumpeng nasi putih yang ditancapkan buah-buahan. Nasi putih menunjukkan kepala, sedangkan buah-buahan menunjukkan rambut gembelnya. Sesaji tersebut diletakkan di sekitar Candi Arjuna. Anak yang diruwat dibawa ke candi tersebut dengan cara digendong oleh orang tuanya.
Setelah segala sesaji untuk upacara telah lengkap semua maka sang dukun pun memanjatkan doa di sebuah kemenyan. Lalu dukun tersebut mengasapi kepala sang anak yang akan dicukur dengan asap kemenyan yang telah didoakan tadi. Selanjutnya barulah sang dukun memotong rambut gimbal anak tersebut. Proses mencukurnya yaitu dengan memasukkan cincin yang dianggap memiliki kekuatan magis ke tiap helai rambut gembel tersebut dan mencukurnya satu-satu. Setelah rambut gembel tersebut dipotong, rambut tersebut dibungkus dengan kain putih atau kain kafan. Selanjutnya dilarung atau dihanyutkan di Telaga Warna atau sungai-sungai yang ada di Dieng. Dengan dilarungnya rambut gimbal ke sungai atau ke Telaga Warna dengan, maka berakhirlah acara prosesi upacara ruwatan cukur rambut gimbal ini.
Untuk lebih menarik wisatawan, ritual upacara pencukuran rabut gembel tersebut dikemas dalam Dieng Culture Festival. Pemerintah setempat, yaitu Dinas Pariwsata dan Budaya Kabupaten Banjarnegara yang  menggagas dan mengadakan event Dieng Culture Festival tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mengenalkan kultur Dieng kepada masyarakat umum, baik dalam negeri maupun luar negeri. Namun dalam Dieng Culture Festival tak hanya ritual pencukuran rambut gembel saja yang dipamerkan namun ada juga pameran produk-produk unggulan Dataran Tinggi Dieng, seperti kuliner dan kerajinan-kerajinan. Selain itu juga untuk lebih memeriahkan acara, diselenggarakn pula Pentas Seni dan Budaya. Dieng memiliki seni dan budaya yang khas Dieng serta khas Banjarnegara seperti tari topeng, rampak, warok, dan sebagainya.
Dieng kini memang telah terkenal ke telinga para wisatawan. Tak jarang wisatawan menyempatkan berkunjung ke Dieng untuk melihat keajaiban – keajaiban alam di sana. Namun di sisi lain, Dieng Plateau memiliki warisan budaya yang tak ternilai harganya. Budaya tersebut tidaklah hanya disimpan, namun harus dijaga dan dilestarikan. Karena itu adalah warisan dari generasi kita yang memperindah kultur budaya di Indonesia. Alangkah lebih baiknya lagi apabila kita bisa membuat budaya tersebut sebagai suatu hal yang menarik dan memiliki nilai plus, yaitu menjadikannya obyek wisata.

Sumber :
http://matanews.com. 2010. “Pesona Alam dan Gimbal Bocah Dieng,” diunduh pada 3 April 2011 pukul 20.00.
http://www.e-wonosobo.com. 2010. “Prosesi Potong Rambu Gimbal Anak Lereng Dieng,” diunduh pada 3 April 2011 pukul 20.00.
http://equator-indonesia.com. 2010. “Cukur Rambut Gembel di Dieng Culture Festival,” diunduh pada 3 April 2011 pukul 20.00.
http://www,banjarnegarakab.com. 2010. “Dieng Culture Festival,” diunduh pada 3 April 2011 pukul 20.00.
http://www.diengplateau.com. 2010. “DFC – Dieng Culture Festival,” diunduh pada 3 April 2011 pukul 20.00.
http://regional.kompas.com. 2010. “Si Gimbal Diruwat Ribuan Orang Melihat,” diunduh pada 3 April 2011 pukul 20.00.
Tampilkan postingan dengan label budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label budaya. Tampilkan semua postingan

Selasa, 04 Oktober 2011

POTENSI DAN PERMASALAHAN KABUPATEN BANJARNEGARA

Diposting oleh Anonim di 20.59 0 komentar
Kabupaten Banjarnegara yang terletak di Jawa tengah ini mempunyai banyak potensi. Baik dalam bidang pariwisata, pertanian, peternakan, bahkan pertambangan.
1.      Potensi Wisata
A.    Arung Jeram Sungai Serayu
Wisata ini berada di Sungai Serayu Kabupaten Banjarnegara tepatnya dari Desa Tunggoro ke Desa Singomerto, Kecamatan Sigaluh dengan panjang rute tempuh 12 km dan 15 jeram ekstrim.
Dengan jeram yang sangat deras menjadikan Sungai Serayu menjadi salah satu sungai yang diperhitungkan oleh penghobi olahraga arung jeram di Indonesia.
B.  Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau)
Disana terdapat banyak bangunan Candi yang semuanya berlatar belakang Ciwaistis dan mempunyai bentuk arsitektur sederhana dan diperkirakan digunakan mulai abad IX hingga abad XII AD. Candi-candi di Dieng menggunakan nama tokoh pewayangan seperti, Dwarawati, Puntadewa, Arjuna, Gatotkaca, Srikandi, Bima, Puntadewa dan Candi Sembadra.
Di Dieng Plateau juga ada tempat wisata Kawah Sikidang. Karena lubang kepundannya berada di daerah dataran sehingga kawah dapat disaksikan langsung dari bibir kawah. Sampai saat ini kawah Sikidang masih aktif mengeluarkan uap panas dan bau yang khas. Uap panas yang keluar disertai semburan air yang mendidih berwarna kelabu selalu muncul berpindah-pindah dan berlompat-lompat dari satu tempat ke tempat lain seperti seekor Kidang, sehingga dinamai kawah Sikidang.
C.   Selain wisata Arung Jeram dan Dieng Plateau, masih banyak lagi potensi wisata. Seperti Kebun Binatang Serulingmas, Waduk Jendral Sudirman, ada juga wisata kuliner seperti dawet ayu, wisata belanja seperti keramik klampok dan batik susukan.
2.      Potensi Pertanian
A.    Kentang
Tanaman kentang tersebar di 4 kecamatan, yaitu Pejawaran, Batur, Wanayasa, dan Kalibening. Kapasitas produksi kentang Kabupaten Banjarnegara 133.417,5 ton/tahun. Dan  luas panen tanaman kentang Kabupaten Banjarnegara 8.434 Ha.

B.    Jagung

Jenis Jagung yang di usahakan oleh para Petani ada 2 jenis yaitu Lokal dan komposit Hibrida. Jagung terdapat di 20 Kecamatan Se-Kabupaten Banjarnegara, namun Kecamatan yang memiliki produksi tertinggi adalah Kecamatan Purwonegoro (14.585 ton), Kecamatan Pagentan (13.306,40 ton), Kecamatan Pejawaran (12.901,80 ton) dan Kecamatan Wanayasa (10.897,10 ton).
C. Salak
Buah Salak merupakan salah satu unggulan Kabupaten Banjarnegara. Tanaman salak terdapat di 18 Kecamatan Se-Kabupaten Banjarnegara (kecuali Kec. Rakit dan Kec. Batur), namun Kecamatan yang memiliki produksi tertinggi adalah Kecamatan Madukara (135.958,2 ton), Kecamatan Banjarmangu (26.522,3 ton), Kecamatan Pagentan (18.474,7 ton) dan Kecamatan Sigaluh (5.584,9 ton). Kapasitas produksi salak Kabupaten Banjarnegara 193.662,1 ton / tahun. Jenis Salak ada 2 Macam Yaitu Jenis Lokal dan Pondoh dengan perbandingan jumlah tanaman 50:50 %. Setiap hari produk salak Banjarnegara di kirim ke Jakarta, Jawa Barat dan Surabaya.
3.      Potensi Perkebunan

A.    Perkebunan Teh

Perkebunan teh diusahakan oleh rakyat tersebar di kecamatan Wanayasa, Kalibening, Pejawaran, dan Karangkobar. Hasil pucuk teh tersebut ditampung oleh PT. Pagilaran di desa Jatilawang, kecamatan Wanayasa dan PT. Jatilawang Sejahtera di desa Grogol, kecamatan Pejawaran.

B.    Perkebunan Kopi

Kabupaten Banjarnegara sangat cocok untuk tanaman kopi Arabica. Lokasi perkebunan di Kecamatan Kalibening, Wanayasa, Karangkobar yang termasuk daerah dataran tinggi.

4.      Peternakan

A.    Peternakan Sapi Potong

Lokasi penyebaran sapi potong terdapat di seluruh Kecamatan di Banjarnegara, dengan tingkat populasi ternak sapi potong tertinggi di Kec. Wanayasa 8.047 ekor, Kec. Kalibening 5.593 ekor, Kec. Karangkobar 4.678 ekor dan Kec. Bawang 3.188 ekor. Total populasi ternak sapi potong di Kabupaten Banjarnegara 40.426 ekor, dengan didukung oleh 21.782 Ha pengahasil hijauan makanan ternak (HMT) dan 40.237 Ha limbah pertanian.
  1. Peternakan Kambing
Kecamatan Banjarmangu mungkin bisa dijuluki dengan kecamatan kambing karena enam dari tiga belas desa yang ada di kecamatan ini jumlah populasi kambingnya melebihi jumlah penduduknya. Dari keenam desa tersebut yang paling menonjol adalah desa Pagerpelah. Dengan luas wilayah 402,4 hektar, desa yang berada diantara Sungai  Urang dan Ragajaya, Pagerpelah memiliki jumlah penduduk 2078. Dan kambing yang ada mencapai 3753 ekor. Ini berarti jumlah kambing hampir dua kali lipat dari jumlah penduduk.
5.      Pertambangan
1.   Marmer                                               4. Batu lempeng
2.   Feldspar (metasedimen)                     5. Batu Granit
3.   Trass (untuk pembuatan semen)

Sebenarnya masih banyak potensi yang dimiliki Kabupaten Banjarnegara. Namun tidak banyak orang yang mengetahui potensi tersebut. Hal tersebut dikarenakan kurangnya sosialisasi pemerintah dan warga Banjarnegara itu sendiri. Selain itu potensi  potensi yang dimiliki juga tidak dijaga dan dikembangkan dengan baik. Banyak tempat wisata yang sudah tak terawat, sudah tidak ada yang memerhatikannya lagi, sehingga sepi pengunjung. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap potensi alam Banjarnegara adalah persoalan yang utama.
Permasalahan kabupaten Banjarnegara yang lain adalah masih kurangnya fasilitas – fasilitas yang mendukung dan memadai. Sebagai contoh adalah minimnya pusat perbelanjaan, sehingga banyak masyarakat lebih suka berbelanja di luar kota yang lebih lengkap dan lebih prestis.
Infrastruktur yang lain pun masih banyak yang perlu diperhatikan. Sebagai contoh jalan raya penghubung Purbalingga dan Banjarnegara yang berlubang dan masih perlu banyak perbaikan. Lampu – lampu jalan pun banyak yang tidak berfungsi dengan baik, dan lain-lain.
Pedagang Kaki Lima juga menambah ketidaktertiban Kabupaten Banjarnegara. Biasanya PKL berjualan di pinggir-pinggir jalan atau di trotoar sehingga menghalangi para pengguna jalan atau pejalan kaki. Selain itu dengan banyaknya pedagang kaki lima tersebut membuat sampah-sampah bertebaran membuat kesan Banjarnegara yang dulu sebagai kota adipura terkesan jorok dan kotor. Sehingga, sekali lagi perhatian pemerintah dan kesadaran masyarakat Kabupaten Banjarnegara perlu ditingkatkan untuk Banjarnegara yang lebih maju.

Daftar Pustaka

Senin, 20 Juni 2011

Review Tema Tugas : Wisata Budaya Nusantara

Diposting oleh Anonim di 22.37 0 komentar
...Jika anda harus memilih, mana yang anda pilih, berwisata ke luar negeri atau dalam negeri? 
Lalu tempat wisata seperti apa yang anda pilih untuk dikunjungi? apakah tempat bermain seperti dufan, ancol, atau wisata budaya seperti keraton, museum, bangunan bersejarah lainnya?....


Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. (wikipedia)
Yang menarik di sini adalah kalimat, diwarisakan dari generasi ke generasi. Namun apakah itu kenyataannya? Justru yang saya lihat, budaya kita, dari generasi ke generasi semakin luntur kecintaannya. Salah satu bentuk budaya Indonesia tercermin dalam wisata-wisata yang ada di Indonesia.

Namun, menurut saya, wisata budaya di negara kita tercinta, Indonesia, telah banyak dikesampingkan para wisatawan dalam negeri. Suatu saat saya berkunjung ke Keraton Jogjakarta, ke Istana Mangkunegaran Solo, dan berbagai tempat wisata berbasis kebudayaan lain. Dan satu yang menarik perhatian saya.. Wisatawan dari luar negeri justru lebih banyak daripada wisatawan dalam negeri.


Saya heran, mereka yang dari luar negeri saja tertarik dengan budaya yang Indonesia miliki. Namun, kita sebagai warga negara Indonesia kurang tertarik dan peduli dengan budaya kita sendiri. Banyak dari orang-orang kaya itu pergi pelesir jauh-jauh ke luar negeri.. Padahal di Indonesia banyak terdapat wisata yang jauuh lebih indah dibandingkan di luar negeri. Ironis memang..


kita tidak bangga dengan apa yang kita miliki. Kita seakan tidak peduli. Namun, jika budaya tersebut telah direbut negara lain, seperti yang terjadi di beberapa waktu lalu, barulah kita sadar, barulah kita koar-koar, barulah kita terbangun, barulah kita peduli., sok-sokan menjaga.. Apa itu?? Itukah tanda cinta? begitukah tanda memiliki? jawab dengan hati anda masing-masing..


Jika anda mengaku anak bangsa, cintai budaya kita.. Ringan caranya. Apabila dikaitkan dengan tema posting saya, kita cukup dengan mengunjungi wisata budaya kita, mengerti apa arti dibalik wisata budaya tersebut, mengagumi, mencintai dan memamerkan kepada dunia luar bahwa kita memiliki budaya yang unik dan eksotis !


Banyak wisata budaya di sekitar kita. Di Semarang saja contohnya, ada berbagai macam wisata budaya bahkan bangunan - bangunan bersejarah. Sebagai contoh kawasan kota lama, lawang sewu, bahkan wisata kelenteng Sam Po Kong. Semuanya memiliki keunikan masing-masing. Untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut tentang wisata budaya klik di sini, dan khusus wisata budaya di Semarang klik di sini.


Maka, sebagai bentuk wujud kecintaan dan kepedulian serta tak lupa kecintaan kami kepada wisata budaya nusantara yang kita miliki, kami memilih tema WISATA BUDAYA NUSANTARA sebagai tema tigas besar Teknik Komunikasi kami.. Ini hanyalah sedikit bentuk kecintaan kami, dengan mengenalkan wisata budaya busantara dengan cara kami sendiri..

Rabu, 15 Juni 2011

UPACARA RUWATAN RAMBUT GEMBEL PESONA BUDAYA DATARAN TINGGI DIENG

Diposting oleh Anonim di 05.24 0 komentar
Nur Ratna Mukti
21040110120022


Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau) adalah kawasan wisata yang berada di tengah wilayah kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, Propinsi Jawa Tengah. Secara administrasi, Dieng mencakup Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng Wetan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Kawasan ini berketinggian 2088 meter di atas permukaan laut. Sehingga tak heran, suhu kawasan tersebut cukup dingin, yaitu sekitar 10o-20o C. Bahkan pada musim kemarau, kawasan ini bisa mencapai 0o C pada pagi hari.
Nama Dieng memiliki sejarah tersendiri. Seperti yang penulis kutip dalam www.wisatamelayu.com,
“Nama Dieng berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Sansekerta, yaitu di yang berarti gunung dan hyang dari kata khayangan, yang artinya tempat tinggal para dewa dan dewi. Bila digabungkan, nama dieng berarti pegunungan tempat tinggal para dewa dan dewi. Tapi ada sumber lain yang menyebutkan, Dieng berasal dari kata dalam bahasa Jawa, yaitu edi yang berarti indah/cantik dan aeng yang berarti aneh. Jadi dieng berarti tempat yang indah dan punya keanehan.
Dieng memang lebih terkenal akan wisata alamnya yang mempesona, seperti Candi Dieng, Telaga Warna, Kawah Canderadimuka. Namun ada satu kebudayaan yang tak kalah menarik di kawasan bersuhu dingin tersebut. Di kawasan Dieng, terkenal akan budaya pemotongan rambut gembel atau disebut upacara ruwatan. Bahkan budaya ini telah terkenal sampai ke mancanegara. Tak heran, jika di Dieng sedang melakukan ritual ini, banyak pengunjung datang, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Memang anak – anak asli Dieng mempunyai keunikan tersendiri. Sejak dilahirkan,  rambut mereka sudah gembel atau gimbal. Bahkan dalam matanews.com menyebutkan bahwa menurut pemangku adat masyarakat Dieng, Mbah Naryono (60 tahun) meyakini anak-anak berambut gembel ini adalah anak bajang titipan Kyai Kolodete (tokoh yang dipercaya membuka kawasan dataran tinggi Dieng).
Berdasarkan kepercayaan warga sekitar, rambut gimbal tersebut dapat membawa marabahaya atau membawa sial. Oleh karenanya, rambut gembel tersebut harus dipotong atau dicukur. Namun proses mencukurnya tidaklah mudah. Harus melalui ritual atau upacara adat yang biasa disebut upacara ruwatan. Konon, jika pencukuran rambut gembel dilaksanakan tanpa melalui proses upacara ruwatan, maka rambut gembel akan tumbuh kembali, namun jika melalui proses ruwatan, rambut gembel tidak akan tumbuh lagi sampai anak tersebut tumbuh dewasa. Ruwatan sendiri berasal dari kata ruwat  yang artinya membuang. Jadi diharapkan setelah ruwatan, bala yang dibawa anak tersebut hilang dan berbalik membawa rezeki.
Waktu upacara itu sendiri dilakukan berdasarkan weton (hari kelahiran sang anak). Sedangkan pelaksanaan upacara dihitung berasarkan neptu (nilai kelahiran anak yang akan diruwat). Ritual ini harus dilakukan sesuai permintaan anak. Sehingga orang tua tidak memaksa si anak untuk mencukur rambut gembelnya sebelum si anak berkehendak. Selain itu upacara diadakan sesuai dengan kemampuan dana dari orang tua. Karena dana untuk ruwatan memang tidaklah sedikit. Hal ini dikarenakan, dalam upacara ruwatan, anak biasanya mengajukan suatu permintaan. Permintaan tersebut harus dipenuhi oleh orang tuanya, apabila tidak akan mendatangkan musibah.

Prosesi Ritual Ruwatan
Dalam mengadakan upacara ruwatan ini juga diperlukan persiapan khusus seperti benda-benda sesaji. Sesaji yang digunakan meliputi tumpeng, ingkung ayam (ayam besar utuh), gunting, mangkuk dan air berisi bunga setaman, beras, 2 buah uang, payiung, jajanan pasar dan 15 jenis minuman, seperti kopi manis dan pahit, teh manis dan pahit, selasih, susu, jawawut serta permintaan anak yang diruwat.
Acara dibuka dengan sambutan-sambutan oleh salah satu pelaksana upacara. Setelah sambutan – sambutan, anak yang akan dicukur dibawa ke sumur maerokoco di kompleks Candi Dieng.  Lalu dukun mulai memandikan anak berambut gembel dengan diiringi bebunyian gamelan. Air yang dipakai oleh sang dukun diambil dari mata air yang dianggap bertuah di Dataran Tinggi Dieng, yaitu di Sumur Maerokoco tersebut.
Kemudian setelah dimandikan sesaji-sesaji pun disiapkan. Sesaji tersebut biasanya  memiliki arti tersendiri. Misalnya tumpeng nasi putih yang ditancapkan buah-buahan. Nasi putih menunjukkan kepala, sedangkan buah-buahan menunjukkan rambut gembelnya. Sesaji tersebut diletakkan di sekitar Candi Arjuna. Anak yang diruwat dibawa ke candi tersebut dengan cara digendong oleh orang tuanya.
Setelah segala sesaji untuk upacara telah lengkap semua maka sang dukun pun memanjatkan doa di sebuah kemenyan. Lalu dukun tersebut mengasapi kepala sang anak yang akan dicukur dengan asap kemenyan yang telah didoakan tadi. Selanjutnya barulah sang dukun memotong rambut gimbal anak tersebut. Proses mencukurnya yaitu dengan memasukkan cincin yang dianggap memiliki kekuatan magis ke tiap helai rambut gembel tersebut dan mencukurnya satu-satu. Setelah rambut gembel tersebut dipotong, rambut tersebut dibungkus dengan kain putih atau kain kafan. Selanjutnya dilarung atau dihanyutkan di Telaga Warna atau sungai-sungai yang ada di Dieng. Dengan dilarungnya rambut gimbal ke sungai atau ke Telaga Warna dengan, maka berakhirlah acara prosesi upacara ruwatan cukur rambut gimbal ini.
Untuk lebih menarik wisatawan, ritual upacara pencukuran rabut gembel tersebut dikemas dalam Dieng Culture Festival. Pemerintah setempat, yaitu Dinas Pariwsata dan Budaya Kabupaten Banjarnegara yang  menggagas dan mengadakan event Dieng Culture Festival tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mengenalkan kultur Dieng kepada masyarakat umum, baik dalam negeri maupun luar negeri. Namun dalam Dieng Culture Festival tak hanya ritual pencukuran rambut gembel saja yang dipamerkan namun ada juga pameran produk-produk unggulan Dataran Tinggi Dieng, seperti kuliner dan kerajinan-kerajinan. Selain itu juga untuk lebih memeriahkan acara, diselenggarakn pula Pentas Seni dan Budaya. Dieng memiliki seni dan budaya yang khas Dieng serta khas Banjarnegara seperti tari topeng, rampak, warok, dan sebagainya.
Dieng kini memang telah terkenal ke telinga para wisatawan. Tak jarang wisatawan menyempatkan berkunjung ke Dieng untuk melihat keajaiban – keajaiban alam di sana. Namun di sisi lain, Dieng Plateau memiliki warisan budaya yang tak ternilai harganya. Budaya tersebut tidaklah hanya disimpan, namun harus dijaga dan dilestarikan. Karena itu adalah warisan dari generasi kita yang memperindah kultur budaya di Indonesia. Alangkah lebih baiknya lagi apabila kita bisa membuat budaya tersebut sebagai suatu hal yang menarik dan memiliki nilai plus, yaitu menjadikannya obyek wisata.

Sumber :
http://matanews.com. 2010. “Pesona Alam dan Gimbal Bocah Dieng,” diunduh pada 3 April 2011 pukul 20.00.
http://www.e-wonosobo.com. 2010. “Prosesi Potong Rambu Gimbal Anak Lereng Dieng,” diunduh pada 3 April 2011 pukul 20.00.
http://equator-indonesia.com. 2010. “Cukur Rambut Gembel di Dieng Culture Festival,” diunduh pada 3 April 2011 pukul 20.00.
http://www,banjarnegarakab.com. 2010. “Dieng Culture Festival,” diunduh pada 3 April 2011 pukul 20.00.
http://www.diengplateau.com. 2010. “DFC – Dieng Culture Festival,” diunduh pada 3 April 2011 pukul 20.00.
http://regional.kompas.com. 2010. “Si Gimbal Diruwat Ribuan Orang Melihat,” diunduh pada 3 April 2011 pukul 20.00.
 

live and life Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea