Awal kuliah di Semarang, tepatnya di Universitas Diponegoro, rasanya berat sekali. Ya mungkin karena aku tak terbiasa jauh dari orang tua. Bisa dibilang aku cukup manja kepada kedua orang tua aku. Aku anak kedua dari dua bersaudara (anak terakhir, red.) dan kakak aku yang satu-satunya itu adalah laki-laki. Jadi ya bisa dibilang aku cukup manja dengan ayah dan ibu aku. Makan sudah dimasakkan, nyuci baju tinggal masukkan ke mesin cuci, jika aku harus belajar sampai malam, bahkan ibu aku oun menemani aku, membuatkan susu hangat, memberikan cemilan-cemilan. Dan kini, aku benar-benar terpisah dari ayah dan ibu aku. Jujur awalnya hampir setengah bulan, setiap malam aku terbangun, sya sholat tahajud dan menangis sejadi-jadinya. Aku pun tak tahu mengapa aku menangis, mungkin rasa rindu pada orang yang melahirkan dan membesarkan aku, sehingga saat itu di pikiran aku adalah : ingin pulang kampung.
Tapi rasa itu lama-kelamaan hilang. Bukan aku tak pernah merindukan orang tua aku, tapi aku merasa memiliki keluarga baru di Semarang. Keluarga yang bisa menghibur aku, sehingga aku tidak selalu berpikir ingin pulang. Keluarga yang erat rasa persaudaraannya.
Keluarga tersebut aku temukan di sebuah rumah kos binaan (kami menyebutnya wisma) Tsabita. Inilah keluarga pertama aku di Semarang. Mereka saling membantu, kami juga tak sungkan meminta bantuan, tak sungkan bertanya banyak hal, kami saling bercanda, makan bersama, ngumpul bersama, solat berjamaah, belajar bersama, tak jarang kami tidak tidur karena mengerjakan tugas bersama. Barang – barang kami ikhlas kami pinjamkan asalkan minta izin dulu. Jika kami punya makanan, pasti tak pernah kami makan sendiri di kamar, kami berbagi, makan bersama. Jujur, aku terkesan pertama bergabung dengan keluarga Tsabita ini.
Suatu saat kamar aku terkena musibah. Saat itu aku sedang di luar wisma, ada acara di luar. Aku ditelpon oleh Mbak Kiki, yang kamarnya berada di sebelahku. Intinya aku disuruh cepat pulang. Dalam hati aku memang pasti ada sesuatu buruk yang terjadi. Tapi aku mencoba berfikir yang positif, mungkin ada tamu buat aku.
Dan akhirnya aku pulang, aku lihat barang-barang di kamar aku berada di luar semua (di luar kamar maksusnya, bukan luar rumah,red.). ternyata tepat di atas kamarku ada pipa yang berfungsi untuk menaglirkan air dari sumur ke bak tempat penampungan air di lantai atas. Pipa yang posisinya tepat berada di kamarku bocor, dan akhirnya air tersebut masuk ke dalam kamarku lewat lubang atap yang sengaja dibuat untuk masuknya cahaya. Aku menengok kamar aku. Kosong dan basah. Kasur aku basah, meja aku basah, kertas-kertas dan buku-buku aku basah. Tiba-tiba aku ingat satu benda. Laptop! Aku ingat aku menaruhnya tepat di bawah titik yang bocor tersebut.
“Mbak, laptopku?” aku benar-benar ingat, aku histeris waktu itu.
“Di kamar mbak Meike dik..” jawab Mbak Retno dengan wajah datar mungkin maksudnya ingin menenangkan hatiku.
Saat kulihat kamar Mbak Meike, laptopku “njengking” dengan baterai dicopot, dihadapkan pada sebuah kipas angin. Aku lemas, sontak aku menangis.. Tapi mereka masih mencoba menenangkanku.
Aku benar-benar sudah lemas, tubuhku ringan, dan benar-benar akan pingsan. Laptopku adalah benda vital bagiku. Apalagi aku langsung ingat bahwa besok siang ada deadline tugas. Dan tugas tersebut ada di laptop itu, tak ada back-up-an nya!
Aku ingat aku dan Ovi yang pergi bersamaku belum shalat maghrib. Aku shalat bersamanya, dia mengimamiku. Sepanjang shalat, aku sesenggukan, air mataku masih mengucur. Ketika salam, Ovi menepuk-nepuk bahuku dengan pelan. Aku tahu apa yang ada di pikiran dia. Dia pasti bingung mau melakukan apa, dia hanya berusaha untuk melapangkan dada sahabatnya.
“Dek, makan dulu ini..” Mbak Kiki menyodorkan nasi bungkus ke hadapanku yang sedang menatap laptopku yang sepertinya sedang sekarat itu (menurut Mbak Kiki, laptopku mengeluarkan banyak air dari lubang di samping tempat mengeluarkan panas). Di samping laptopku, di depan kiapas Mbak Meike, terdapat alat elektronik lain seperti hairdrayer dan senter yang dibuka-buka bagiannya agar mudah dikeringkan bagian dalamnya. Sementara di luar kamar, di ruang tengah tepatnya, barang-barangku berserakan, apalagi buku-buku dan kertas-kertas yang dikeringkan menggunakan kipas milik Mbak Nana.
Akhirnya aku makan makanann pemberian mbak Kiki di kamar Mbak Meike menghadap laptopku yang dibeli hutang, ya HUTANG atau BELUM LUNAS.. imagine, what I felt that day.. Sementara mbak Nana, mbak Meike, dan lainnya sibuk membolak-balikkan buku-buku dan kertas-kertasku di depan kipas agar kering. Lalu mbak Nana masuk ke kamar Mbak Meike, tempatku berada. Beliau menemaniku makan, dan mengajakku ngobrol banyak, ingin menghiburku.
Aku kembali ke kamarku, kamarku telah kering dan bersih, Mbak Tami dan lainnya yang mengepel dan membersihkannya.
Tsabita, terimakasih.. begitu banyak cerita. Ini hanya sebagian kecil yang membuat aku cinta pada keluarga ini..
Dengan adanya peristiwa ini, aku sadar, di sini aku tak sendiri. Banyak teman-teman yang mau menemani di hari-hariku, menolong ketika aku berada dalam kesusahan, ketika membutuhkan bantuan. Dan melalui peristiwa ini, Allah menunjukkan kuasa-Nya. Setiap hari, kamarku selalu terkunci dan kunci kamarku selalu ku bawa. Demi keamanan. Tapi hari itu, tak tahu mengapa, kunciku aku tinggal di gantungan depan cermin. Entah kenapa.. Allah yang mengatur. Kedua, keajaiban muncul, ketika laptopku bisa dinyalakan tanpa kurang suatu apapun beberapa jam setelah diangin-anginkan. Padahal Mbak Kiki melihat bahwa laptop ini benar-benar diguyur air tepat di atasnya, dan ketika dimiringkan, air keluar mengucur dari tempat keluarnya panas pada laptop (tidak tahu namanya apa..)
Ini semua rencana Allah.. Terimakasih Tsabita. Tanpa disuruh, mereka membantuku. Tanpa pamrih, ikhlas, aku tahu itu.. Terimakasih.. Tsabita.. You are my new family here.. I love you all, cause Allah..
Ya Allah jagalah mereka, bantu mereka di saat kesusahan menyapa mereka, cintai mereka, karena aku mencintainya.. walaupun kini kita terpisah wisma, aku ingat kata Lila, kita akan bertemu lagi di wisma yang sama, bukan wisma Tsabita, tapi wisma Jannah, surga-Mu Ya Allah, amiin..